One to Many Kejahatan Siber

| 22 Dec 2017 07:05
<i>One to Many</i> Kejahatan Siber
Ilustrasi Grafis (yus/era.id)
Jakarta, era.id - Hate speech atau ujaran kebencian tuh apa sih? Pastinya banyak pengguna internet yang belum tahu nih. Makanya banyak kasus cyber crime (kejahatan siber) terjadi di Indonesia. Terlebih, hate speech yang biasanya menyangkut SARA, kebanyakan ditujukan ke pemerintah dan pejabat publik.

Direktur Cyber Crime Badan Reserse Kriminal Polri, Brigadir Jenderal Fadil Imran mengatakan, saat ini memang masih banyak pengguna internet yang tidak paham etika berinternet. Tentunya, kasus terkait hate speech ini perlu untuk segera dituntaskan.

Jika tidak, kata Fadil, dapat memicu pergesekan dan perpecahan, karena peran media sosial yang begitu luas dapat menyebarkan isu dan informasi yang kebenarannya tidak teruji dengan cepat. 

"Cyber crime itu one to many. Satu kali enter, satu kali klik, semua bisa membacanya, dan ini merusak reputasi tentunya, dengan berita yang belum tentu benar," ujar Fadil dalam Seminar Nasional Refleksi Hukum Akhir Tahun 2017, kemarin.

Fadil mengimbau, perlu adanya kajian akademisi mengenai penggunaan media sosial. Sebab, pengguna media sosial yang gencar mengumbar hate speech tidak berkaitan dengan usia dan tingkat pendidikan. Kurangnya tanggung jawab dalam penggunaan media sosial tidak ada kaitannya dengan umur atau tingkat pendidikan. 

Artinya, tingkat pendidikan dan usia tidak berkolerasi langsung terhadap pengguna sosial media. Hipotesa itu karena ada beberapa kasus hate speech yang terjadi rasanya tidak masuk akal jika dilakukan oleh orang dewasa dengan tingkat pendidikan yang cukup tinggi.

"Bahkan yang dilaporkan (pelaku hate speech) ini pun bukan orang-orang biasa, jadi perlu kajian yang lebih khusus," jelas Fadil lagi.

Agar kejahatan hate speech ini bisa diatasi dengan cepat, Polri membentuk Satgas Medsos yang bertugas untuk mengidentifikasi dan menegakkan hukum bagi para pelaku hate speech dan juga cyber crime lainnya. 

Tapi, tentunya bukan tugas yang gampang untuk menuntaskan kejahatan ini. Sebab, para pelaku juga semakin gencar melakukan aksinya dengan menggunakan akun-akun anonim untuk mempersulit dideteksi.

Penyebar hate speech bisa dijerat Pasal 28 ayat 2 Juncto Pasal 45 ayat 2 Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ancaman maksimalnya 6 tahun penjara.

Kasus ujaran kebencian yang belakangan ini terjadi menjerat Jonru Ginting. Selain diduga melanggar UU ITE, kepolisian juga menjerat Jonru dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Ancaman maksimal hukumannya 5 tahun penjara. Tak hanya itu, Jonru juga diduga melanggar Pasal 156 KUHP tentang Penghinaan Terhadap Suatu Golongan Tertentu dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara. (theresia)
Tags :
Rekomendasi