Bidadari Jago Berantem Itu Bernama Alita

| 05 Feb 2019 07:42
Bidadari Jago Berantem Itu Bernama Alita
Alita Battle Angel (20th Century Fox)
Jakarta, era.id - Ketika James Cameron membuat dua proyek besar tersohor seperti Titanic (1997) dan Avatar (2009), banyak pihak yang meremehkan dan mengkritisi akan idenya dalam mengarap dua film tersebut. Namun, sutradara dan produser film asal Kanada itu berhasil membungkam para kritikus film yang memandang sebelah mata karyanya yang sudah meraih box office, serta banyak nominasi di Academy Awards. 

Kini sutradara kawakan itu kembali muncul dengan film terbarunya Alita: Battle Angel. Di film yang sudah lama tertunda ini, nada sumbang kembali terdengar karena cerita yang digarap oleh Robert Rodriguez (Sin City) masih jauh dari kata memuaskan komentator kritikus film, bila disandingkan dengan dua karya besar James sebelumnya.

Film yang mengangkat adaptasi dari manga cyberpunk Jepang karya Yushiko Kishiro berjudul asli Gunnm (Ganmu dalam bahasa Jepang) ini sebenarnya sudah dipikirkan James sejak 20 tahun lalu. Bahkan tadinya film seharusnya sudah digarap sebelum James mengangkat Avatar ke layar lebar. 

Sayangnya proyek itu tertunda, ditambah dengan keberhasilan film Avatar yang sukses menyapu beberapa nominasi dan piala Academy Awards pada 2010 silam. Sepuluh tahun, proyek optimistis film ini akhirnya digarap 20th Century Fox dan mencuri perhatian banyak orang.

 

Film ini dibintangi beberapa aktor kawakan seperti Rosa Salazar (Maze Runner: Scotch Trial), Christoph Waltz (Spectre, The Green Hornet), Mahearsha Ali (Moonlight, Green Book), Jennifer Connely (Blood Diamond, Hulk), Ed Skrein (The Transporter Refueled, Deadpool), dan beberapa nama lainnya.

Ber-setting di masa depan, Alita (Rosa Zalazar)—cyborg berwujud gadis remaja tanpa tubuh dan memori masa lalu—ditemukan di antara rongsokan sampah Kota Besi oleh seorang ilmuwan bernama Dr. Dyson Ido (Christoph Waltz). Sang dokter memperbaiki tubuh mekanik cyborg itu dan memberinya nama Alita.

Dalam perkenalannya pada dunia baru dan lingkungannya, Alita juga mencari asal usul dirinya. Sampai pada akhirnya Alita terjebak dalam konflik pertikaian antara sisa-sisa manusia dengan para cyborg petarung Mars.

Review

Secara visual, indera penglihatan penonton sangat dimanjakan dengan kecanggihan CGI sepanjang 2 jam 22 menit. Kita akan dibuat terkesima dengan tampilan Alita dalam kombinasi aksi Rosa Zalazar yang dipoles dalam bentuk motion capture. Khususnya bagian wajah, ekspresi, serta gerakan sang tokoh. 

Tidak hanya itu, pemandangan landscape dystopia Kota Besi yang memukau, persis ketika menyaksikan Wakanda dalam cerita Black Panther dalam versi yang lebih gelap. Belum lagi adegan motorball, olahraga yang memadukan balap motor, roller blade, rugby, serta gladiator dalam satu permainannya. 

Gambaran kehidupan kota post apokaliptik modern, yang menampilkan kehidupan manusia dan hidup berdampingan bersama cyborg juga digambarkan dengan baik. Semua tampilan audio visual nan menawan itu sukses memanjakan penonton IMAX di Gandaria City, Jakarta, Minggu (3/2) kemarin.

Cosplayer Alita: Battle Angel pada acara press screening di IMAX di Gandaria City (Foto: Maretian)

Karakter Alita digambarkan seperti para remaja pada umumnya. Naif, ceroboh, ingin memberontak, kompetitif, dan meraih apa yang ia mau. Sayangnya banyak hal klise secara naratif dalam film ini. Termasuk plot, konflik, dan isu yang diangkat terlalu dangkal.

Plotnya terlalu simpel untuk film yang digarap hampir sepuluh tahun lamanya. Termasuk dari segi konflik yang dialami sang tokoh utama. Mungkin film ini jadi tipikal film remaja yang memiliki skill tinggi dan kemudian menjadi target banyak pihak karena dianggap sangat berbahaya.

Di beberapa adegan, jalan cerita yang dihadirkan tidak semulus dengan wajah animasi Alita. Salah satunya ketika Hugo mengajak Alita pergi ke sebuah tempat di mana ada sebuah bangkai pesawat tempur terbengkalai. Hugo mencurigai Alita memilik hubungan dengan pesawat tersebut. Entah kenapa adegan itu terasa seperti patahan yang dipaksakan, lalu dilem dengan cepat, agar Alita seketika itu juga mengetahui asal usulnya.

Hampir dari separuh ceritanya, penonton dibuat yakin dengan tokoh karakter Alita yang kelewat ‘kuat' dalam setiap aksinya. Tapi lagi-lagi, penonton dibuat bingung dari mana asal kekuatan Alita, karena di dalam film ia hanya rusak satu kali.

Secara tema, banyak isu yang masih tumpang tindih dan kurang mendapat penebalan di berbagai sisi. Bahkan terkesan hampir sama dengan dua film James terdahulu. Kita sudah disuguhkan melihat kisah cinta dua kelas sosial di Titanic yang ditunjukkan Rose dan Jack. Lalu kita juga diperlihatkan dua cinta ala manusia dan wanita dari kaum Na’vi di film Avatar. 

Hal tersebut diulang lagi ketika Alita yang seorang cyborg jatuh cinta dengan seorang manusia bernama Hugo. Namun karena masih tipis dan tidak setebal dua film tersebut, akhirnya isu cinta berbeda ras itu hanya terkesan tempelan.

Namun semua ini kembali kepada selera masing-masing individu. Sejatinya, film ini sangat cocok dinikmati oleh remaja di atas 13 tahun karena mungkin memiliki banyak kesamaan dengan pengalaman yang dialami Alita ataupun karakter Hugo. 

Tidak ada salahnya menikmati film ini dengan seluruh anggota keluarga, kerabat, pasangan atau teman sebaya. Alita: Battle Angel diputar di Indonesia mulai 5 Februari 2019, lebih awal dibanding Amerika yang baru diputar pada 14 Februari mendatang. Film ini kami beri rating 7 dari 10 bintang. 

Rekomendasi