Dampak penggunaan VAR, sebagaimana yang terlihat saat perhelatan akbar Piala Dunia 2018 lalu, memang sangat membantu wasit dalam menentukan putusan akibat keterbatasan penglihatan dan lain sebagainya. Sisi yang paling positif adalah seiring dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat berbanding lurus dengan tingkat kepercayaan manusia terhadap apa yang dihasilkan teknologi tersebut.
"Pak Menteri, dampak yang paling kita rasakan dengan (penggunaan) VAR adalah tingkat keributan atas putusan wasit turun drastis 85-90 persen, karena rata-rata para pemain tidak protes jika wasit putuskan sesuatu krusial dengan melihat VAR, artinya ada kepercayaan," jelas Jalu, dinukil dari kemenpora.go.id, Senin (4/3).
Selain itu, keberanian BPL memakai VAR ini ternyata didukung oleh harganya yang cukup terjangkau, yang menurut Jalu seharga Rp25 juta. Penggunaan dan penerapan teknologi juga merupakan ciri peradaban maju suatu bangsa.
"Ternyata VAR murah, hanya Rp25 juta, tetapi akurasinya membuat tingkat kepercayaan semua pihak terhadap putusan wasit sangat tinggi, saatnya semua liga di Indonesia pakai VAR," kata Menpora usai mendengarkan laporan di Ruang Kontrol VAR di pinggir lapangan.
Demikian pula pernyataan wasit, asisten wasit, dan hakim garis yang kala Menpora berkunjung mereka sedang bertugas sebagai pengadil di lapangan yaitu Hilman, Purwanto, Tomy, dan Tatang Budiman, mereka sepakat VAR sangat membantu di saat wasit harus mengambil putusan pada pelanggaran-pelanggaran yang krusial.
"VAR sangat membantu kami dan kepercayaan terhadap akurasi tinggi sehingga apapun yang diputuskan dapat diterima," kata Purwanto yang dibenarkan kawan-kawan wasit lainnya.
Berbicara tentang peradaban suatu bangsa, mantan pelatih Arsenal, Arsene Wenger pernah mengatakan, keputusan pihak Liga Premier menunda penggunaan VAR menunjukan liga Negeri Ratu Elizabeth itu tertinggal dari liga-liga Eropa lainnya.
"Liga Premier diciptakan oleh orang-orang yang memiliki pemikiran progresif. Secara keseluruhan, saya yakin, keputusan (menolak menggunakan VAR) tersebut membuat kita tertinggal jauh dari liga-liga lain di seluruh dunia. Kualitas liga di seluruh dunia, menjauh dari Liga Premier karena mereka memilih menggunakan VAR. Sementara Liga Premier memutuskan tidak menggunakannya," kata Wenger dilansir Reuters, April tahun lalu.
Seperti halnya di Liga Inggris, penggunaan VAR belum tentu juga bisa diterima semua pihak di seluruh tingkatan liga Indonesia. Soalnya, peran wasit sebagai pengadil dianggap tidak mutlak lagi lantaran diambil alih oleh mesin. VAR dianggap membunuh sepak bola. Lho, bukannya sepak bola Indonesia sudah dibunuh kasus pengaturan skor?