Tak ada yang salah. Meski tak tergolong koleksi anyar, Off -White™ c/o Converse “Chuck 70s” memang terlihat memesona. Logo karet All Star milik Converse di bagian pergelangan kaki yang dipadu pola bergaris putih-hitam khas Off-White di bagian midsole menyatu dengan cantik. Bagian outersole berwarna oranye berpadu warna putih yang mendominasi keseluruhan sepatu turut jadi daya tarik. Begitu kontras, begitu klasik.
Namun, tetap saja. Seperti penggila barang-barang duniawi lainnya, kegilaan yang ditunjukkan para pecinta sneakers selalu memicu rasa heran. Seperti yang diungkap Yusron Hamdi. Yusron mengaku terkejut menemukan kerumunan orang yang begitu banyak ketika sampai di Plaza Indonesia untuk makan siang. Yusron mengaku tak bisa memahami kepala-kepala manusia yang berada kerumunan ini. Bukan antusiasmenya, tapi jumlah pengantre yang menurut Yusron jauh di atas jumlah sepatu yang dijual.
"Ini yang dijual setahu saya cuma seratus pasang, lho. Tapi, sumpah antreannya itu saya yakin banget jauh dari jumlah sepatu yang dijual ... Maksudnya, ya paham (antusiasme). Tapi, ngapain antre kalau jelas enggak dapat," tuturnya ketika dihubungi era.id, Jumat (14/6/2019).
Jeffry Jouw adalah salah satu yang beruntung. Antre sejak pukul 7 pagi tadi, Jeffry berhasil membawa pulang sepasang Off -White™ c/o Converse “Chuck 70s” dengan harga Rp2,7 juta. Jeffry mengaku cukup beruntung, sebab sejatinya antrean mulai mengular sejak tadi malam. Namun, antrean sempat dibubarkan dan kembali mengular pagi tadi. "Kebetulan lagi nge-gym di sekitar sana, terus lihat ramai-ramai dan ikut antrean, ternyata dapat," kata Jeffry ditulis Kompas.
Menurut Jeffry, hal semacam ini lumrah bagi pecinta sneakers. Semacam tantangan bagi mereka. Apalagi ketika harus berhadapan dengan para reseller yang biasanya ikut memenuhi antrean. Off -White™ c/o Converse “Chuck 70s” sendiri memiliki estimasi profit yang lumayan. Situs jual beli sneakers StockX memperkirakan harga jual sepatu lewat reseller akan berada di angka 320 USD atau sekitar Rp4,5 juta dalam kurs saat ini. Merujuk harga Rp2,7 juta yang harus ditebus Jeffry, estimasi profit reseller untuk sepatu ini berkisar di angka Rp1,5 juta.
View this post on Instagram
Studi psikologi
Off -White™ c/o Converse “Chuck 70s” bukan satu-satunya produk yang berhasil memancing antusiasme gila macam yang terlihat di Plaza Indonesia. Baru-baru ini, Adidas Yeezy Boost 350 V2 Black juga memancing antrean serupa di Grand Indonesia, Jakarta Pusat. Ratusan orang rela antre demi seri trendi nan terbatas itu. Di China, sebuah kisah bahkan jadi viral. Seorang ayah dikabarkan mengantre tiga hari di gerai Adidas di Taichung, Taiwan demi anaknya.
Menurut pria 44 tahun bermarga Li itu, sepatu keluaran 7 Juni 2019 itu akan ia berikan kepada sang anak sebagai hadiah bagi sang anak yang telah meraih hasil baik dalam studinya. Harga Rp3,6 juta juga tak jadi masalah bagi Li. Berprofesi sebagai seorang supir, Li rela berkorban demi memberikan motivasi agar anaknya lebih giat menjalani studi.
Begitu banyak alasan untuk mengantre. Setiap orang memiliki alasan mereka sendiri, mulai dari mereka yang mengantre untuk menjual kembali sneakersnya, mereka yang hobi mengoleksi, hingga Li dengan alasan mulianya. Namun, secara umum, ilmu psikologi mengaitkan fenomena ini dengan prinsip pembuktian sosial. Artinya, secara umum, alasan banyak orang rela mengantre demi sebuah barang begitu banyak didasari oleh keinginan setara dengan lingkungan sosial.
"Di sisi lain, orang-orang yang termotivasi oleh pembuktian sosial cenderung ingin menyesuaikan diri dengan orang lain. Anda mungkin akan melihat sekelompok orang mengantre, tapi hal yang berbeda mungkin bisa ada di pikiran mereka," tutur Laura Brannon, Profesor Psikologi dari Universitas Negeri Kansas dalam studinya.
Untuk alasan yang lebih spesifik, Brannon menyebut kelangkaan barang-barang tertentu sebagai motivasi utama orang-orang mengantre. Dalam kacamata psikologi, orang-orang yang menggilai barang langka memiliki kecenderungan hasrat untuk menjadi unik. Hasrat menjadi unik pada dasarnya dimiliki oleh setiap orang. Namun, besarnya hasrat itu amat bergantung pada lingkungan sosial seseorang.
"Orang yang sangat termotivasi untuk memiliki barang langka cenderung memiliki kebutuhan tinggi untuk menjadi unik," tulis Brannon.
Kalau kamu, apa alasan kamu ikut antrean-antrean semacam ini?
Rekomendasi
Afair25 Aug 2020 07:15Viral, Antrean Panjang Orang Mau Cerai di Pegadilan Agama Bandung
Afair09 Jun 2020 09:51Masih Terjadi Penumpukan Penumpang di Stasiun Bogor
Popular