Ulasan Dua Garis Biru-Definisi Drama yang Hidup

| 16 Jul 2019 17:48
Ulasan <i>Dua Garis Biru</i>-Definisi Drama yang Hidup
Dua Garis Biru (Instagram/starvisionplus)
Jakarta, era.id - Dua Garis Biru adalah salah satu contoh paling baik, bagaimana film drama dibangun tanpa basa-basi. Dilandasi skenario apik, Dua Garis Biru dihidupkan oleh akting ciamik para pemain. Setelah skenarionya di film Posesif (2017), Gina S Noer membuktikan kelihaiannya meramu sebuah film drama remaja, dengan sorotan pada sisi tergelapnya. Kali ini, Gina duduk sebagai sutradara debutan. Ikutilah permainan Gina, niscaya kau akan dikoyak emosi.

Dara (Adhisty Zara) menjawab, ketika guru di kelas meminta murid-murid dengan nilai ujian 100 berdiri. Di sebelahnya, Bima (Angga Yunanda) beranjak dari duduk saat sang guru menyebut angka 40. Adegan di dalam kelas itu menunjukkan bagaimana Dua Garis Biru bertutur amat baik sejak adegan pertama. Adegan itu langsung secara lugas menggambarkan latar belakang berbeda dua tokoh utama film.

Adegan selanjutnya, Gina langsung membawa penonton ke awal konfilk, ketika Dara mengajak Bima ke rumahnya yang kosong. Keduanya masuk ke dalam kamar Dara, saling bercanda, mengobrol, hingga kemudian melakukan hubungan seks. Segala konflik bermula di sana, ketika sepasang remaja melakukan hubungan seks tanpa mengetahui konsekuensi di baliknya. Sebutlah Dua Garis Biru sebagai edukasi seksual, sebab itulah salah satu nilai yang hendak diangkat Gina.

Film Dua Garis Biru bercerita tentang dua remaja SMA, Dara dan Bima. Hubungan asmara keduanya berjalan normal dan intim sebagaimana remaja lain, hingga keduanya melakukan hubungan seks. Dara hamil. Dara dan Bima harus mempertanggungjawabkan kehamilan itu. Pertentangan mewarnai premis ini. Konflik meluas, tak hanya melibatkan Dara dan Bima, namun juga keluarga serta orang-orang terdekat yang membawa latarbelakang kisah masing-masing.

Dua Garis Biru dikisahkan dengan penuturan sangat baik, tanpa basa-basi. Setiap adegan yang dihadirkan mampu mengantarkan penonton pada tiap-tiap pengembangan cerita. Seperti adegan setelah hubungan seks keduanya, saat Dara yang alergi kerang terpaksa memakan sebuah kerang. Dara kemudian muntah-muntah. Lewat adegan ini, Gina mengantar --sekaligus mengecoh-- penonton pada perkembangan cerita ketika Dara dan Bima akhirnya menyadari kehamilan itu.

Hidup

Meski dituturkan dengan baik, perkembangan cerita dalam Dua Garis Biru sejatinya tak istimewa-istimewa amat. Seluruh film berputar di poros konflik yang sama. Meski begitu, hal tersebut rasanya terjawab.

Gina memang tak memunculkan kejutan berarti setelah kehamilan Dara. Sebagai gantinya, Gina mengantar penonton untuk mendalami isu pernikahan dini. Berbagai nilai coba ditanamkan Gina lewat dialog dan detail-detail adegan.

Jika harus menunjuk departemen paling sukses dalam produksi film ini, maka kami akan menyebut departemen casting sebagai juaranya. Meirina Alwie A.C.I berhasil memainkan peran sebagai Casting Director.

Cut Mini (Ibu Bima), Arswedy Bening Swara (Ayah Bima), Dwi Sasono (David/Ayah Dara), Lulu Tobing (Rika/Ibu Dara), hingga Rachel Amanda (Dewi/Kakak Bima) dan Maisha Kanna (Puput/Adik Dara), seluruhnya mampu memainkan peran yang tak cuma mengantarkan penonton pada cerita yang dibangun, tapi juga menghidupkannya.

Sejak awal, Dua Garis Biru telah hadir sebagai tontonan menjanjikan. Sempat disenggol kontroversi lantaran trailernya dianggap menggambarkan film sensual, Dua Garis Biru membuktikan kalau mereka lebih dari itu.

Di hari pertama penayangan, Dua Garis Biru langsung mencatatkan raihan apik dengan menjaring 178.101 penonton di hari perdana penayangan. Angka itu membawa Dua Garis Biru sebagai film nomor dua berdasar raihan jumlah penonton di tahun 2019.

Terakhir, tercatat dalam lima hari penayangan, Dua Garis Biru berhasil mengumpulkan penonton hingga 922.850 sejak penayangan perdana 11 Juli 2019 lalu.

 

Tags : resensi film
Rekomendasi