Bangkitnya Era Piringan Hitam di Kalangan Anak Muda

| 25 Aug 2019 19:10
Bangkitnya Era Piringan Hitam di Kalangan Anak Muda
Sejumlah piringan hitam yang dijual (Wardhany/era.id)
Jakarta, era.id - Meski banyak penyedia layanan musik streaming yang bisa dinikmati lewat telepon selular, tapi nyatanya cukup banyak anak muda milenial yang tertarik menikmati musik lewat piringan hitam atau dikenal dengan vinyl.

"Tahun 2018 sampai 2019 ini sudah mulai banyak anak muda yang cari piringan hitam," kata Jamal saat ditemui di kiosnya, Minggu (25/8/2019).

Jamal adalah pegawai kios Mini Gallery Nusantara di kawasan Jalan Surabaya, Menteng, Jakarta Pusat. Tempat ini menjual banyak piringan hitam, baik karya musisi internasional atau nasional.

Saat tim era.id datang ke sana, lagu Buat Apa Susah milik grup Koes Plus yang diputar lewat sebuah turntable atau alat pemutar piringan hitam, menemani perbincangan kami dengan Jamal. 

Jamal berkata, banyaknya anak muda tertarik mengoleksi piringan hitam, di antaranya karena terinspirasi dari musisi yang juga punya hobi yang sama, misalnya Ari Lasso. 

Jamal bercerita, anak muda yang datang ke tokonya ini biasa mencari piringan hitam yang dibuat tahun 60-an. Kebanyakan mereka mencari musik bergenre slowrock dari grup musik AKA atau album Chrisye. Cuma, kata Jamal, dua piringan hitam ini harganya mahal karena jarang yang punya.

Tapi, yang dibanggakan Jamal dari toko ini adalah piringan hitam Koes Plus. Sebab, di toko ini, memiliki koleksi lengkap karya Koes Plus.

Piringan hitam Koes Ploes (Wardhany/era.id)

Di toko ini, piringan hitam dijualnya dari harga sekitar Rp200 ribuan hingga Rp1,5 juta. Harga ini tergantung kondisi fisik si piringan hitam.

Jamal bilang, piringan hitam musisi barat harganya lebih murah dibandingkan musisi asli Indonesia. Alasannya, karya musik barat lebih mudah ditemui daripada karya lokal. 

"Kalau musisi barat itu banyak rekamannya, ada rekaman Jepang, Thailand, Singapura. Tapi kalau Indonesia ya rekamannya di sini. Itu yang bikin mahal," ungkap dia.

"Rekaman Indonesia itu seperti (studio rekaman) Purnama, Mesra itu Indonesia punya, dan enggak bisa diduplikasi. Nah, Malaysia misalnya, bisa ngerekam musisi Indonesia itu rekamannya namanya Live. Nah, kalau menurut kita, ketika sudah direkam Malaysia itu namanya bajakan," imbuhnya. 

Sementara, piringan hitam yang termahal adalah karya The Tielman Brother. Harganya bisa mencapai Rp3 jutaan. The Tielman Brother adalah band asal Indonesia yang mulai merekam lagu sejak tahun 1957, saat mereka pindah dan menetap di Breda, Belanda. Sejumlah literasi menyebut, band ini terkenal di Eropa sebelum The Beatles maupun The Rolling Stones. 

Akibat sulit dicari, piringan hitam milik grup musik tertua Indonesia itu jadi incaran para kolektor. "Susah banget dicarinya, ini banyak banget kolektor yang nyari. Kan band ini juga besarnya di luar, Belanda," ceritanya. 

Salah satu sudut toko penjual piringan hitam di Jakarta (Wardhany/era.id)

Selanjutnya, tim era.id menuju ke selatan Jakarta, tepatnya di Pasar Santa, Kebayoran Baru. Di sana, kami menengok salah kios penjualan piringan hitam. Adalah Kios Laidback Blues Record Store yang berada di lantai 2 pasar tersebut. 

Kami berbincang dengan Acit (24), pria yang bertugas menjaga kios ini. Dia sepakat dengan anggapan makin banyaknya anak muda yang mencari piringan hitam. Di toko ini, anak muda yang datang mencari piringan hitam rilisan 90-an. 

"Kalau di sini kebanyakan carinya Radiohead, Pink Floyd, atau J-Pop gitu, Jepang. Kalau yang anak mudanya, kalau yang om-om ya carinya Jazz tapi banyak juga yang cari musik-musik Indonesia," kata Acit. 

Soal harga, kios ini mematok harga yang tak jauh berbeda dengan kios Mini Galery Nusantara di Jalan Surabaya, Menteng. Acit juga sepakat mengatakan, piringan hitam lokal harganya lebih mahal daripada yang internasional.

"Indonesia lebih mahal sih, soalnya produksinya kan juga lebih sedikit," ungkapnya.

Berdasarkan cerita Acit yang dia dengar dari para pelanggannya, biasanya anak muda mulai mengoleksi piringan hitam karena terbiasa mendengarkan musik dari piringan hitam milik ayah maupun kakek mereka. 

"Jadi mereka tinggal nerusin. Karena alatnya kan sudah punya. Tapi ada juga yang nyicil, punya piringan hitamnya dulu, biasanya buat koleksi atau dipajang," jelasnya.

Kocek untuk menikmati musik dari piringan hitam

Kami penasaran, berapa biaya yang harus dikeluarkan jika ingin mendengarkan alunan piringan hitam di rumah. Menurut Jamal, untuk membeli turntable harganya bisa mencapai Rp5 juta termasuk dengan amplifiernya. Sementara, Acit mengatakan, di tokonya dia menjual turntable hingga mencapai harga Rp10 juta tergantung mereknya. 

Turntable untuk memutar piringan hitam (Wardhany/era.id)

Soal perawatan piringan hitam, Jamal mengatakan hal itu cukup mudah, tinggal mengelap piringan hitam yang berdebu dengan kain kanebo basah.

"Paling kalau berdebu dilap saja atau ya dibersihkan dengan air sabun. Tapi pakai tangan saja ya, jangan pakai alat bantu lain," kata Jamal.

"Kalau pakai alat bantu lain, nanti tergores. Nah, karena baret itu bikin lagu yang diputar jadi lompat-lompat," sambungnya.

Sementara untuk merawat turntable, Jamal mengatakan, yang paling penting adalah memperhatikan jarum pemutarnya. "Jarum ini yang biasanya mahal. Kalau sudah mulai aus, ya ada alat cucinya," kata dia.

Sedangkan menurut Acit, untuk perawatan jarum turntable bisa dilakukan dengan sederhana. Cukup ditiup atau dibersihkan dengan tangan hingga dirasa jarum pemutar itu bersih dan siap untuk digunakan memutar piringan hitam kembali.

Tags : album musik
Rekomendasi