Sepak Bola Rasis di Pulau Sardinia

| 03 Sep 2019 11:35
Sepak Bola Rasis di Pulau Sardinia
Ilustrasi foto suporter Cagliari (Instagram/cagliaricalcio)
Jakarta, era.id - Sardinia memperpanjang catatan hitam terkait rasisme di dunia sepak bola. Pulau kedua terbesar di Italia itu menegaskan wajah mereka sebagai rumah bagi suporter rasis. Pertandingan antara Cagliari dan Inter Milan jadi bukti, ketika Romelu Lukaku dihujani sorakan rasial.

Pertandingan yang berlangsung di Sardegna Arena, Cagliari, Sardinia, Senin dini hari WIB itu berjalan imbang 1-1 hingga sepertiga waktu normal, sebelum aksi Stefano Sensi memaksa bek Cagliari Fabio Pisacane menjatuhkannya di kotak penalti.

Sorakan suporter Cagliari memenuhi stadion, memprotes keputusan wasit. Sorakan itu pun makin jadi ketika Lukaku maju sebagai eksekutor. Berusaha memecah konsentrasi Lukaku, suporter Cagliari di tribun belakang gawang bertingkah seperti binatang.

Mereka berteriak-teriak menirukan suara monyet. Sayang, sosok Lukaku lebih 'besar' dari sorakan rasial suporter. Striker Belgia itu mengeksekusi penalti di menit ke-72 itu dengan baik dan menjadi pahlawan kemenangan 1-2 Inter Milan atas Cagliari. Tak ada reaksi berarti dari Lukaku.

 

Usai pertandingan, rekan satu tim Lukaku, Skriniar bersaksi untuk aksi rasial suporter Cagliari. "Saya mendengar hal-hal yang saya pikir tidak boleh ada dalam sepak bola. Jadi, saya mengatakan kepada para penggemar Cagliari untuk tutup mulut," kata Skriniar kepada Mediaset Sport.

Sementara itu, pelatih Inter Milan, Antonio Conte mengaku tak mendengar sorakan rasial penonton terhadap Lukaku. Meski begitu, Conte meminta seluruh suporter di Italia untuk memperbaiki cara mereka berkontribusi dalam pertandingan.

"Ketika saya bekerja di luar negeri, para penggemar akan bersorak untuk tim mereka sendiri, tidak menghabiskan waktu mereka untuk menghina lawan," sindir Conte.

Rasisme di Sardinia

Sebelum Lukaku, aksi rasial suporter I Rossoblu --julukan Cagliari-- di Sardegna Arena juga sempat dilakukan terhadap pemain Juventus Moise Kean. Seperti serangan terhadap Lukaku, para suporter juga berteriak seperti monyet untuk menghina Kean.

Bedanya, jika Lukaku diam, striker muda itu justru bereaksi. Usai mencetak gol, Kean mendatangi tribun suporter tuan rumah, mengangkat kedua tangannya, menunjukkan gesture mempertanyakan perlakuan yang ia terima.

 

Saat itu, aksi Kean sempat jadi kontroversi. Seniornya di Juventus, Leonardo Bonucci mengkritik. Meski begitu, Kean mendapat dukungan dari rekan setimnya yang lain, Blaise Matuidi yang juga pernah menjadi korban aksi rasial suporter Cagliari di musim pertamanya berseragam Juventus.

Catatan panjang aksi rasial suporter Cagliari sejatinya telah dimulai sejak lama. Pada 2009, pahlawan Inter Milan, Samuel Eto'o juga sempat mengalami aksi rasial. Setahun berselang, striker kontroversial Mario Balotelli juga jadi korban.

Aksi itu sejatinya sempat berhenti. Hingga 2017, catatan buruk itu kembali dicatatkan oleh suporter Cagliari. Saat itu, mereka menyerang gelandang Afrika, Sulley Muntari dengan aksi yang sama. Pertandingan bahkan sempat dihentikan karena Muntari memprotes aksi tersebut.

Aksi federasi

Sorotan kini ada di federasi sepak bola Italia (FIGC). Pasalnya, FIGC dianggap acuh dengan catatan panjang aksi rasial suporter Cagliari. Presiden federasi, Gabriele Gravina berjanji segera menjatuhkan sanksi serius kepada klub asuhan Rolando Maran itu.

"Aksi rasisme ini sama sekali tidak mencerminkan nilai-nilai sepakbola Italia yang kami pegang. Otoritas sepakbola Italia berkomitmen untuk memberikan hukuman dan siap menerapkan hal itu secepatnya," kata Gravina kepada ANSA.

Cagliari sendiri berjanji akan melakukan investigasi untuk mengidentifikasi siapa saja suporter yang ikut ambil suara dalam sorakan rasis terhadap Lukaku. Menurut otoritas klub, sanksi berat menunggu mereka yang terlibat.

Rekomendasi