Peneliti Tel-U Bikin Alat Deteksi Kelainan Detak Jantung

| 17 Dec 2019 13:31
Peneliti Tel-U Bikin Alat Deteksi Kelainan Detak Jantung
Arrhythmia Monitoring System. (Dok Tel-U)
Bandung, era.id – Peneliti Telkom University (Tel-U) mengembangkan Arrhythmia Monitoring System yang merupakan alat perekaman jantung secara mandiri. Alat yang berfungsi merekam kelainan detak jantung ini diklaim lebih efektif dari alat serupa yang sudah lebih dulu ada.

Arrhythmia Monitoring System merupakan hasil penelitian dosen dan peneliti Tel-U, Satria Mandala, Ph.D. Alat ini dikembangkan dengan sistem Internet of Things (IoT), sehingga dapat dilihat secara real time.

Satria Mandala bilang, ada enam keunggulan yang ditawarkan Arrhythmia Monitoring System dibandingkan produk perekam jantung lainnya: Pertama, desain portabel; kedua, hemat energi; dan ketiga, efektif dan efisien karena menggunakan teknologi 4.0 IoT untuk komunikasi datanya.

Selanjutnya, alat ini juga mampu mendeteksi Aritmia malignant (VT/VF) secara real time dan mengirim notifikasi (alert) ke dokter maupun pasien dan keluarganya. Kemudian, Flexible Arrythmias monitoring (Home-based Monitoring dan Hospital Based Monitoring).

Terakhir, mampu mendeteksi Arrhythmia secara komprehensif (lebih dari satu jenis arrhythmia: PAC, PVC, AF dan VT/VF serta beberapa parameter denyut jantung seperti Heart Rate (HR), panjang RR minimal, RR maksimal, dan rata-rata RR.

Pendeteksian dapat dilakukan secara on-demand. Hasil deteksinya dapat dilihat langsung setelah perekaman selesai, tidak perlu menunggu tiga hari seperti produk lain. Selain itu, Akurasi, Sensitifitas dan Spesifisitas deteksi tinggi.

Arrhythmia Monitoring System yang dikembangkan peneliti Tel-U, Satria Mandala, Ph.D. (Dok Tel-U)

"Berdasarkan hasil uji coba pada 100 pasien di RS dr. Saiful Anwar, Malang, dibandingkan dengan alat yang sudah ada, tingkat akurasi Arrhythmia Monitoring System hampir sama, mencapai 80– 85 persen," kata Satria, Selasa (17/12/2019).

Harga alat jauh lebih murah dibandingkan alat-alat yang sudah ada sebelumnya, karena Tingkat Komposisi Dalam Negeri (TKDN)-nya hampir 100 persen. Jadi sangat dimungkinkan untuk diproduksi secara massal.

"Jika selama ini alat perekam jantung yang biasa digunakan impor, dengan nilai bisa mencapai Rp 80 jutaan per alat. Sementara Arrhythmia Monitoring System ini biayanya hanya sekitar Rp7 jutaan per unit," lanjutnya.

Arrhythmia Monitoring System diluncurkan Tel-U bekerja sama dengan PT Inti, Senin (16 /12/2019) di RSUD dr. Saiful Anwar, Malang. Peluncuran hasil penelitian Program Pengembangan Teknologi Industri (PPTI) ini, disaksikan Direktur Pengembangan Teknologi Industri Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional, Dr. Eng. Hotmatua Daulay ,M.Eng, B.Eng.

"Produk riset ini sebagai wujud nyata perguruan tinggi dalam mewujudkan kemandirian alat kesehatan di Indonesia" ungkap Rektor Telkom University, Prof Adiwijaya.

Rektor menuturkan, selama ini perekaman jantung harus dilakukan tenaga medis atau dokter di rumah sakit. Dengan alat ini, pasien memungkinkan untuk merekam tekanan jantung di rumahnya. Selain itu, dokter pun bisa mendapatkan data perekaman irama jantung secara real time.

“Hal ini belum pernah dilakukan alat perekam jantung yang sudah ada sebelumnya," kata rektor.

Ia berharap semua layanan kesehatan jantung bisa mengakses perekaman jantung secara mudah dengan adanya Arrhythmia Monitoring System. Saat ini pihaknya berusaha meningkatkan jumlah pengguna Arrhythmia Monitoring System.

"Bayangan kami alat ini dapat dioperasikan hingga di level Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Jadi, setiap orang bisa mengakses layanan ini, tidak perlu jauh-jauh datang ke rumah sakit besar. Dokter pun akan lebih mudah memonitor kondisi pasien secara real time, karena jika ada kelainan pada irama jantung, akan ada notification pada smartphone, jika pasien tersebut sedang mengalami gangguan," paparnya.

Satria sendiri mulai mengembangkan Arrhythmia Monitoring System ketika ia masih bekerja di Universiti Teknologi Malaysia. Melalui hibah penelitian bertajuk “Real-time Monitoring Ventricular Arrhythmians Based–on Artifial Intelligence Algorithm in Android Smartphone” yang berkolaborasi dengan Institut Jantung Negara (IJN) Malaysia.

Saat pulang ke Indonesia, Kemenristek menyambut baik ide Satria untuk mewujudkan prototipe deteksi Arrhythmia. Melalui Hibah PPTI dari tahun 2017 sampai 2019, akhirnya, prototipe deteksi Arrhythmia berhasil dibuat.

Proses penelitian dan pengembangan Arrhythmia Monitoring System memakan waktu tiga tahun. Tahun 2017, peneliti berhasil membuat prototipe sederhana deteksi Arrhythmia. Pada prototipe ini, arsitektur processor masih menggunakan single processor 32 bit, komunikasi data berbasis WIFI serta jenis arit Arrhythmia yang dideteksi adalah PAC, PVC dan VT.

Tahun kedua pendanaan, arsitektur prototipe diubah ke dual core processor 32 bit, komunikasi data berbasis WIFI serta jenis Arrhythmia yang dideteksi adalah PAC, PVC, AF dan VT. Uji klinis mulai dilakukan pada 30 pasien dari RSUD dr. Saiful Anwar, Malang.

Tahun ketiga pendanaan, processor masih memakai dual core processor 32 bit, namun komunikasi data diubah ke bluetooth, sehingga lebih hemat energi tiga kali lipat dibanding menggunakan WIFI. Jenis Arrhythmia yang dapat dideteksi pun bertambah menjadi PAC, PVC, AF, VT dan VF. Uji klinis sudah dilakukan ke 100 pasien di RS yang sama sebelumnya.

Tags : kesehatan
Rekomendasi