Bandung, era.id - Sebuah baliho bergambar tiga tengkorak dipasang di dinding Kaka Café, Jalan Tirtayasa, Bandung. Tengkorak tampak sedang tertawa dan gembira, terlihat dari mulutnya yang terbuka dengan tangan seperti sedang berjoget. Di baliho tertulis “Skuy Rontgen” dan “Swara Vapers”.
Di sekitar baliho sejumlah pria duduk di bangku café sambil menghisap vape, mulut dan hidung mereka mengeluarkan asap tebal aromatik. Baliho itu sebagai penanda bahwa para penghisap vape Bandung sedang menggelar acara tak biasa, yaitu rontgen massal untuk membuktikan paru-paru mereka sehat.
Satu per satu para vapers—sebutan penggemar vape—masuk ke sebuah ruangan di kafe itu untuk difoto rontgen. Di ruangan tersebut terdapat alat rontgen portable yang dioperasikan seorang operator. Alat ini tersambung ke laptop. Peserta tinggal menempelkan dada ke alat rontgen, beberapa detik kemudian foto rontgen dadanya tertera di layar laptop.
Rontgen massal sengaja digelar Vavers bandung, Asosiasi Vaper Indonesia, dan Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia. Acara ini menjaring 170 penghisap rokok elektrik yang sudah daftar. Tujuan rontgen massal tidak lain ingin membuktikan bahwa penikmat vape punya paru-paru yang sehat.
Kegiatan itu sekaligus ingin membantah isu miring yang menerpa vape akhir-akhir ini, bahwa rokok elektrik berbahan liquid yang dibakar baterai tersebut merusak paru-paru. Bahkan di Amerika Serikat, vape menelan banyak korban jiwa.
“Kita ingin membuktikan bahwa vape tidak merusak paru-paru. Dengan rontgen massal ini kita punya data, base on data, jangan sekedar katanya,” kata pengurus Vavers Bandung, Noerman Nanpaneja, saat berbincang dengan era.id, di sela acara rontgen massal tersebut, Jumat (20/12).
Noerman bercerita, kasus yang menimpa vapers di Amerika Serikat tidak bisa dipakai untuk menghakimi vape. Kasus tersebut merupakan bentuk penyalahgunaan vape dengan menggunakan bahan-bahan berbahaya bagi kesehatan. Sedangkan bahan atau liquid yang dipakai vapers umumnya, termasuk di Indonesia, tidak menimbulkan kerusakan paru-paru.
Noerman menjelaskan, bahan vape di Indonesia terdiri dari tiga jenis yang sebenarnya sudah biasa dipakai untuk kebutuhan manusia. Misalnya, propylene glycol dipakai bahan obat asma, vegetable glycerin dan essence sebagai bahan permen atau makanan, dan nikotin sebagai zat yang terdapat dalam rokok.
“Vapers di USA bahan dasarnya minyak yang masuk paru, mengendap. Itu bikin meninggal. Bukan dari bahan yang dipakai vapers umumnya,” terang pria yang mulai menghisap vape sejak 2013 itu.
Lewat rontgen massal itu, komunitas vape Bandung ingin menunjukkan bahwa bahan-bahan yang selama ini mereka isap tidak membahayakan paru-paru.
Selanjutnya, foto hasil rontgen akan dianalisis oleh medis dan hailnya akan diumumkan ke publik dalam waktu dekat.
Kata Noerman, rontgen massal sudah dilakukan komunitas vape di daerah lain di Indonesia seperti Jakarta, Tangerang, dan Surabaya. Hasilnya menunjukkan bahwa vape tidak mengganggu kesehatan paru.
Untuk ikut rontgen, peserta harus memenuhi sejumlah kriteria, yakni berhenti merokok minimal setahun, murni menghisap vape, dan berusia di atas 21 tahun.