Pakar dari Kedokteran Hewan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof. drh. Roostita L Bella M.App.Sc.,Ph.D, bilang wabah virus 2019-nCoV yang terjadi sekarang ini tak lepas dari kesalahan manusia, khususnya dalam berinteraksi dengan hewan atau lingkungan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah mengimbau agar waspada sekaligus jangan panik menghadapi wabah virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China itu. Namun Roostita ingin menegaskan imbauan itu kepada para pemelihara hewan.
Imbauan itu ditujukan kepada pecinta hewan agar tak mengadopsi hewan liar. Ia menjelaskan, virus korona sendiri bukan hal baru di kedokteran hewan. Setidaknya sejak 2010, para pecinta kucing dan anjing sudah akrab dengan virus korona dan sadar akan pemberian vaksin.
“Korona bukan hal baru di bidang kedokteran hewan. Malah sekarang ini dokter hewan kebanjiran job karena banyak yang ingin kucing dan anjingnya divaksin dan dites apakah terdapat virus korona atau tidak,” ujarnya dalam seminar Virus Corona dalam Perspektif Medis & Biologi Molekuler di Kampus ITB, Bandung, Rabu (5/2/2020).
Virus korona memang terus bermutasi sehingga melahirkan tipe-tipe. Virus ini kemudian mewabah dan menimbulkan kepanikan di sejumlah negara, termasuk di Indonesia. Hanya saja ia ingin mengingatkan kepada pecinta hewan agar lebih selektif memilih hewan peliharaan.
Apalagi, saat ini hewan peliharaan makin banyak jenisnya. Kalau dulu, hanya ikan, burung, kucing, dan anjing, kini ular hingga musang bisa dipelihara. Hal itulah yang membuat dokter hewan khawatir.
“Dulu pet animals itu anjing, kucing, burung, paling marmot. Sekarang saya hadapi berbagai macam komunitas, iguana, ular, sugar glider, porcupine, buaya. Makanya mencintai tak harus memilki. Mengapa hewan di hutan sana kita angkut ke rumah? Yang salah siapa? Buaya memang jalan sendiri ke rumah kita? Jadi fakultas kedokteran hewan sekarang pelajarannya bukan main, dosennya ikut belajar, binatangnya banyak sekali yang diurusi,” cerita Roostita.
Pakar kesehatan makanan hewani itu juga menyoroti perkembangan restoran sekarang yang menurutnya aneh-aneh. Ada restoran yang mengklaim otentik, eksotik, dan lain-lain karena menyediakan hewan yang tidak umum disajikan. Mereka menyajikan sup atau soto hewan hasil buruan dengan jenis yang macam-macam.
Konsep restoran-restoran tersebut memang menjadi model khas dan unik. Tapi di sisi lain, infeksi penyakit dari hewan ke manusia diprediksi bisa terjadi.
“Kelelawar di sup, kemudian untuk obat lebih bagus lebih kuat kalau makan setengah matang atau bahkan mentah. Bagaimana tahu yang saya makan itu tak ada virusnya?” lanjut Roostita.
Di Indonesia juga ada orang yang menggemari sup kelelawar. Mereka mengklaim tidak pernah ada masalah kesehatan. Namun masalahnya, apakah mereka tahu asal-usul kelelawar tersebut, dan apakah mereka juga tahu virus yang ada di dalam tubuh kelelawar.
Sama dengan kasus di pasar hewan Wuhan, ketika belum terjadi wabah 2019-nCoV, pasar hewan tersebut aman-aman saja. Namun karena jumlah hewan di sana beragam dan berasal dari berbagai daerah, maka rentan terjadinya kontaminasi virus.
Perlu diketahui, 2019-nCoV diduga kuat berasal dari pasar hewan Wuhan, sebelum akhirnya memicu wabah global seperti sekarang ini. Diduga bahwa virus 2019-nCoV awalnya dari kelelawar, kemudian bermutasi ketika menginfeksi hewan lain dan sampai pada tubuh manusia yang diduga mengonsumsi hewan itu sehingga terinfeksi virus berlambang 2019-nCoV.
“Begitu virus sudah bermutasi yang entah dari negara mana asalnya, bertenggerlah di pasar itu, di situ terjadi penyakit. Tapi sebenarnya yang patut dihindari jangan makan, memelihara yang aneh-aneh, di samping pakai masker dan tingkatkan imunitas dan sebagainya,” ujarnya.