"Bahan Tambahan Pangan (BTP) yaitu pewarna pada makanan ini wajib diwaspadai masyarakat, karena ada pewarna tekstil yang bisa saja dicampurkan," kata Gusti Maulita Indriyana, petugas Bidang Pengujian Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Banjarmasin, Selasa (5/5/2020).
Diakui Nana, begitu biasa wanita ini kerap disapa, warna merah cerah tentulah sangat menarik dan membuat tergiur siapa saja untuk membeli sebuah makanan. Namun begitu, tampilan yang cantik dan menarik belum tentu terjamin keamanannya.
"Karena justru aman adalah unsur utama yang harus dipertimbangkan konsumen sebelum membeli dan mengonsumsi pangan," tuturnya seperti dilansir Antara.
Warna merah pada pangan, kata dia, muncul karena ditambahkannya perwarna merah selama pembuatan pangan. Pewarna ada yang memang khusus diizinkan digunakan di dalam pangan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No. 033 yang masuk dalam kategori Bahan Tambahan Pangan (BTP). Namun ada juga pewarna yang tidak boleh digunakan di dalam pangan, seperti sumba yang dipakai untuk mewarnai tekstil dan kertas atau bahan nonpangan lainnya.
"Informasi inilah yang perlu diketahui oleh masyarakat luas, sehingga tidak salah dalam penggunaan pewarna yang ditambahkan ke dalam pangan," jelasnya.
Adapun perbedaan yang jelas antara BTP pewarna dan pewarna tekstil adalah BTP memiliki izin edar BPOM. Sedangkan pewarna tekstil tidak terdaftar karena peruntukannya memang bukan untuk pangan.
"Pewarna tekstil berbahaya bagi tubuh apalagi dikonsumsi dalam jumlah banyak dan terus menerus yang sifatnya akumulatif. Artinya efek bahaya akan nampak setelah puluhan tahun tubuh terpapar bahan berbahaya ini, yang dapat mengakibatkan ginjal, kanker bahkan kematian," paparnya.
Nana mengajak masyarakat agar selalu waspada dalam penyiapan makanan dan minuman bagi keluarga ketika bulan suci Ramadhan ini.
Kepada pelaku usaha, diingatkan agar senantiasa menggunakan bahan tambahan pangan yang terdaftar di Badan POM demi keamanan dan terpeliharanya kesehatan masyarakat sebagai konsumen.