Bahasa Bolak-balik <i>Ngalam</i> yang Berumur Panjang
Bahasa Bolak-balik <i>Ngalam</i> yang Berumur Panjang

Bahasa Bolak-balik Ngalam yang Berumur Panjang

By Yudhistira Dwi Putra | 22 Jul 2018 12:49
Jakarta, era.id - Akhir pekan lalu, saya kembali ke kampus, menghabiskan hari bersama sejumlah kawan, termasuk rekan seangkatan yang masih melanjutkan sisa-sisa perjuangan mereka. Seperti biasa, dari pagi sampai malam, hingga sebuah ide untuk membuat tulisan ini muncul di kepala, ketika seorang kawan berseru, "kilab kuy?!"

Entah, kenapa kata itu yang jadi eureka momen kemunculan ide ini. Padahal, ketika saya coba mengingat jam-jam sebelumnya, rasanya perbincangan menggunakan bahasa bolak-balik ini sudah kami lakoni sejak pagi. Di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, bahasa bolak-balik memang begitu membumi, se-membumi bahasa Inggris di Prasetiya Mulya, Binus, atau London School.

Kebetulan, wikipediawan pencinta bahasa Indonesia, Ivan Lanin sempat membahas hal ini beberapa waktu lalu. Di akun Twitternya, @ivanlanin, ia memaparkan sejumlah penjelasan soal bahasa bolak-balik.

Lalu, darimana bahasa bolak-balik itu lahir? Dari segerombolan berandal dan para pemabuk kah? Atau justru dari kalangan terdidik yang menghabiskan ratusan jam hidupnya dalam diskusi politis tanpa henti?

Jawabannya, Malang!

Infografis "Metatesis" (Wicky Firdaus/era.id)

Iya, bahasa bolak-balik berasal dari salah satu kota paling berbudaya di Jawa Timur itu. Di Malang, bahasa bolak-balik tetap lestari, berhasil melewati belasan zaman dan menembus berbagai ruang. Nah, kalau dihayati lebih dalam, bahasa balik ternyata mengandung makna sejarah perjuangan bangsa.

Menurut penelusuran literasi sejarah, bahasa bolak-balik pertama kali digunakan pada masa agresi militer Belanda ke Kota Malang. Waktu itu, bahasa bolak-balik digunakan sebagai kode komunikasi antarpasukan Gerilya Rakyat Kota (GRK). Komunikasi dengan kode bahasa bolak-balik sengaja dilakukan untuk menghindari pencurian informasi oleh Belanda yang ketika itu telah cukup menguasai bahasa masyarakat Indonesia.

Enggak ada aturan baku dalam penggunaan bahasa bolak-balik. Seiring perkembangan zaman dan penyebarannya, bahasa bolak-balik pun telah berkembang secara alami. Enggak adanya aturan baku dalam penggunaan bahasa ini kadang memang menyulitkan. Tapi, tentu saja bahasa ini adalah salah satu bahasa yang wajib kamu kuasai selama hidupmu, di samping bahasa hati dan bahasa cinta pastinya.

Kajian linguistik

Terkait bahasa bolak-balik ini, kami menyambangi Kepala Pusat Pembinaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (BPPB), Gufran Ali Ibrahim untuk mencari pencerahan bagaimana kajian linguistik melihat fenomena ini. Kata Gufran, ilmu linguistik mengenal bahasa bolak-balik sebagai metatesis yang artinya adalah bergantinya letak bunyi huruf dalam sebuah kata. Seperti apa yang dibilang Gufran, Ivan Lanin dalam akun Twitter-nya juga mengungkap penjelasan linguistik bahasa bolak-balik sebagai metatesis.

 

Selain itu, dalam perspektif sosiologi, bahasa bolak-balik juga dikenal dengan bahasa prokem alias bahasa gaul. Gufran mengatakan, penggunaan metatesis bersifat temporer dan sangat enggak perlu dikhawatirkan, apalagi mengingat konteks sejarah lahirnya bahasa bolak-balik yang sangat perlu kita hormati. Metatesis akan hilang pada masa tertentu dan bisa jadi bakal muncul di waktu-waktu lainnya. Karenanya, woles jae igal!

"Jadi, tidak apa-apa, sepanjang itu untuk kepentingan kerahasiaan komunikasi pada internal suatu komunitas. Bahasa semusim seperti itu boleh dilakukan. Jadi, tidak apa-apa, tidak perlu dikhawatirkan bahasa semusim tersebut," jelas Gufran kepada Diah Ayu Wardani dari era.id, Rabu (26/4/2018).

Meski begitu, Gufran juga bilang, metatesis enggak boleh digunakan dalam bahasa resmi dan informasi umum di ruang publik. "Penulisan informasi di ruang publik, pidato kenegaraan, penulisan ilmiah, atau proses belajar di sekolah menggunakan Bahasa Indonesia yang baku. Tapi, kalau menggunakan bahasa di lingkungan keluarga, komunitas, pasar, dan sebagainya kan kita enggak bisa memaksakan itu harus baku," tutur Gufran.

"Misalnya, kalau pergi ke pasar beli sayur kangkung, Anda bertanya kepada pedagang (menggunakan bahasa bolak-balik) penjual akan terheran-heran. Jadi, pemakaian tersebut harus memperhatikan dengan siapa topiknya dan apa suasananya," tambahnya.

Jadi, jangan bolak-balikkan kata di tugas sekolah, skripsi, atau proposal kerja kamu, ya!

Rekomendasi
Tutup