Mendukung Lola, DPR Komisi I, Charles Honoris mengatakan film ini penting untuk edukasi anak muda.
"Program Pak Jokowi juga secara tegas melihat, anak muda saat ini juga semakin menjadi intoleran. Oleh karena itu kita perlu film-film yang mengangkat Pancasila, yang kontra narasi intoleran dan kontra narasi radikalisme," kata dia dalam mediasi tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, DPR Komisi XI, Eva Kusuma Sundari juga menyampaikan pandangan yang sama.
"Saya sangat-sangat senang karena nilai Pancasila yang saya terus canangkan ke Kemdikbud itu disambut baik dengan film," kata dia.
Menurutnya, film ini penuh dengan nuansa keberagaman budaya. Dan hal tersebut sangat baik untuk edukasi anak remaja.
"Saya sedih kalau LSF menghayati problem yang sedang kita hadapi saat ini, bahwa kita memerlukan ruang interaksi, pendidikan moral tentang keberagaman. Dan keberagaman yang tulus itu dimulai dengan toleransi beragama," kata dia.
Dilansir dari akun Instagram @lola.amalia, film Lima secara garis besar menceritakan mengenai nilai-nilai lima sila dalam Pancasila, digambarkan melalui lima cerita kehidupan sehari-hari dan dirajut menjadi satu cerita yang utuh.
Baca Juga : Buffalo Boys dan Keberlanjutan Film Western Lokal
Nilai moral yang ingin disampaikan adalah membangun narasi positif untuk melawan arus radikalisme yang berpotensi merusak kebhinekaan Indonesia.
Namun, Lola menilai, film ini seharusnya juga dipertontonkan untuk anak dan remaja. Menurutnya, nilai dalam film ini juga perlu dibagikan untuk mereka yang berusia 13 tahun ke atas.
Di sisi lain, Ketua LSF Ahmad Yani Basuki pun menjelaskan, pihaknya sebagai lembaga independen memiliki tugas moral dalam menyeleksi tayangan yang akan ditonton oleh masyarakat.
"Negara bertanggung jawab untuk memajukan perfilman. Salah satu tanggung jawab negara terhadap permasalahan film adalah menghadirkan Lembaga Sensor Film," kata Ahmad Yani.
Baca Juga : Trio The Raid ke Hollywood, Reza Rahardian ke Mana?
Ia menjelaskan, tugas dan wewenang LSF tertuang dalam UU nomor 33 tahun 2009 tentang perfilman dan peraturan pemerintah nomor 18 tahun 2014 tentang lembaga sensor film.
Beberapa konten film yang dilarang adalah mendorong masyarakat untuk melakukan kekerasan, perjudian, pengunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya, konten pornografi, memprovokasi konflik antar golongan, suku, ras dan agama, melecehkan suatu agama, mendorong perilaku melanggar hukum atau merendahkan martabat manusia.
"Oleh karena itu, dibatasi umur, tingkat kesulitan dan kerumitan sebuah film, LSF mengukur, film itu untuk cocoknya untuk umur berapa," jelasnya.
Hingga saat ini, mediasi di antara mereka masih berlangsung secara tertutup sejak pukul 11.00 WIB.
Selain Charles dan Eva, dua anggota DPR yang hadir mendampingi mediasi tersebut adalah Dave Laksono dan Arvin Hakim Thoha. Keduanya juga berasal dari Komisi I.