LPSK Ungkap Kejanggalan Pelecehan Seksual Putri Candrawathi, di Antaranya Tak Teriak Bila Betul Dilecehkan

| 05 Sep 2022 08:46
LPSK Ungkap Kejanggalan Pelecehan Seksual Putri Candrawathi, di Antaranya Tak Teriak Bila Betul Dilecehkan
Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi jalani rekonstruksi (Sachril Agustin/ ERA)

ERA.id - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyikapi soal istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi yang diduga dilecehkan Brigadir Yosua (Brigadir J) saat di Magelang, Jawa Tengah (Jateng). Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi menyebut ada tujuh kejanggalan dari dugaan pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi.

"Ada 7 kejanggalan atas dugaan peristiwa asusila atau pelecehan seksual di Magelang," kata Edwin kepada wartawan dikutip Senin (05/09/2022).

Namun, Edwin enggan mengungkapkan ketujuh kejanggalan itu. Dia hanya mau membeberkan enam kejanggalan perihal dugaan pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi.

Kejanggalan pertama, katanya, Putri Candrawathi tidak teriak bila memang betul-betul dilecehkan.

"Kan waktu peristiwa itu, yang diduga ada perbuatan asusila itu itu kan masih ada Kuat Ma'ruf dan Susi (ART Putri Candrawathi), yang tentu dari sisi itu kecil kemungkinan terjadi peristiwa. Kalau pun terjadi peristiwa (pelecehan seksual) kan si Ibu PC masih bisa teriak," ujarnya.

Edwin menambahkan kejanggalan kedua dalam konteks relasi kuasa. Dia menjelaskan Brigadir J adalah anak buah Ferdy Sambo. Sementara Putri, merupakan istri dari mantan Kadiv Propam Polri.

"Relasi kuasa tidak terpenuhi karena J adalah anak buah dari FS," sambungnya.

Edwin menjelaskan bila memang Putri Candrawathi betul-betul mengalami pelecehan seksual, istri Ferdy Sambo ini tidak mungkin menanyakan Brigadir J ke Bripka Ricky Rizal saat di Magelang. Wakil Ketua LPSK ini juga menganggap ada kejanggalan saat Brigadir J dihadapkan ke Putri Candrawathi.

"Yang lain adalah bahwa PC masih bertanya kepada RR ketika itu di mana Yosua jadi agak aneh orang yang melakukan kekerasan seksual tapi korban masih tanya di mana Yosua. Dan kemudian Yosua di hadapkan ke Ibu PC hari itu di tanggal 7 di Magelang, itu di kamar dan itu kan juga aneh seorang korban mau bertemu dengan pelaku kekerasan seksualnya, apalagi misalnya pemerkosaan atau pencabulan," ungkapnya.

Lebih lanjut, Edwin menerangkan pada 7-8 Juli 2022 atau dari Magelang hingga ke Jakarta, Brigadir J dan Putri Candrawathi masih bersama-sama atau berada di satu rumah.

"Korban yang punya lebih kuasa masih bisa tinggal satu rumah dengan terduga pelaku. Ini juga ganjil janggal. Lain lagi J masih dibawa oleh ibu PC ke rumah Saguling. Kan dari Magelang ke rumah Saguling. Iya (kemudian tes PCR)," imbuhnya.

Edwin pun mengatakan kejanggalan ini terlihat saat rekonstruksi kemarin. Kejanggalan ini juga diperkuat berdasarkan hasil asesmen LPSK yang dilakukan kepada Putri Candrawathi beberapa waktu lalu.

Diketahui, Komnas HAM sebelumnya menyimpulkan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J merupakan extrajudicial killing.

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, extrajudicial killing ini diduga dilatarbelakangi karena adanya kekerasan seksual.

"Terjadi peristiwa pembunuhan terhadap Brigadir J yang merupakan extrajudicial killing yang memiliki latar belakang adanya dugaan kekerasan seksual," kata Beka di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Kamis (1/9/2022).

Beka mengatakan, extrajudicial killing terhadap Brigadir J terjadi dengan perencanaan di rumah pribadi Ferdy Sambo di Jl Saguling III, Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Namun, peristiwa pembunuhan itu tidak dapat dijelaskan secara detail, karena adanya sejumlah pihak yang menghalang-halangi penyidikan atau obstraction of justice.

Rekomendasi