ERA.id - Gregorius Ronald Tannur (31), tersangka penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian pacarnya di Surabaya, tertangkap kamera saat sedang panik mengetahui pacarnya tak bernapas.
"Pak! Pak! Ines mati. Pak! Pak telpon dulu Pak! Ines mati Pak!" ucapnya berulang-ulang seperti terdengar dalam video amatir yang disebarkan akun X @Pai_C1, Sabtu (7/10/2023).
Babi ini emang stress dah...gilak emosi kek maaf..agak lain ni manusia..ndak stabil bet..
š Rekaman saat masih di basement..
š Moga² JPU suatu saat kembalikan berkas rubah jadi pasal pembunuhan..
š¤²š¤²š¤² pic.twitter.com/uLhGNjCwSz
— Pš¢šŖ (@Pai_C1) October 7, 2023
Dalam video tersebut, tampak Ronald yang mengenakan hodie abu-abu sedang menggoyang-goyang tubuh korban, Dini Sera Afrianti (29) yang duduk di kursi roda. Ia juga terlihat memberikan napas buatan sambil berdiri.
Ronald yang diketahui merupakan anak anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI fraksi PKB dari Nusa Tenggara Timur (NTT) menjalin hubungan dengan korban selama lima bulan sebelum menganiayanya hingga tewas.
Penyelidikan polisi mengungkap penganiayaan terjadi usai pasangan kekasih itu menghabiskan malam di tempat hiburan kawasan Surabaya Barat.
Saat hendak pulang, mereka berdua cekcok di parkiran yang berujung penganiayaan terhadap perempuan asal Sukabumi, Jawa Barat, itu.
Sejumlah saksi melihat Ronald menendang kekasihnya di bagian kaki hingga jatuh tersungkur. Selain itu, pelaku memukul kepala korban hingga lemas.
Korban sempat dinaikkan ke mobil, tetapi tubuhnya terlempar dan terlindas ban mobil karena diduga pintunya tidak tertutup rapat saat dikemudikan dengan kencang oleh pemuda asal NTT yang tinggal di Pakuwon City Surabaya itu.
Tersangka Ronald sempat membawa pulang ke tempat tinggal kekasihnya di Apartemen Tanglin Surabaya.
Melihat masih tidak berdaya meski telah dilakukan pertolongan kompresi dada (CPR) serta napas buatan, korban dilarikan ke rumah sakit. Namun, korban dinyatakan telah meninggal dunia.
"Tersangka kami sangka dengan Pasal 351 ayat (3) KUHP dan/atau Pasal 359 KUHP. Ancaman hukumannya maksimal 12 tahun penjara," Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol. Pasma Royce di Surabaya, Jumat (6/10/2023).