Dewas KPK Sebut Firli Bahuri Ngaku Valas Rp7,5 Miliar Diperolehnya Saat Dinas di Polri

| 27 Dec 2023 12:47
Dewas KPK Sebut Firli Bahuri Ngaku Valas Rp7,5 Miliar Diperolehnya Saat Dinas di Polri
Tersangka mantan Ketua KPK Firli Bahuri. (Antara)

ERA.id - Dewas KPK menyampaikan Ketua KPK nonaktif, Firli Bahuri mengaku uang valas sekira Rp7,5 miliar yang ditemukan penyidik Polda Metro Jaya terkait kasus pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL), didapatkannya ketika berdinas di Polri.

"Bahwa kepemilikan uang valas sekitar Rp7,5 miliar tidak terperiksa masukkan dalam LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara) karena penerimaan jauh sebelum terperiksa bertugas di KPK," kata Anggota Dewas KPK, Harjono di gedung Dewas KPK, Jakarta Selatan, Rabu (27/12/2023).

Harjono menjelaskan Firli menggunakan uang valas itu untuk kebutuhan pribadinya. Setelah pensiun, uang valas itu dipakai untuk kebutuhan sekolah anak dan biaya perjalanan.

Di tempat yang sama, Anggota Dewas KPK lainnya, Albertina Ho menerangkan Firli memiliki valas karena pernah beberapa kali tugas ke luar negeri saat dinas di Polri. Uang valas itu bisa mencapai Rp7,5 miliar karena Firli kumpulkan sebelum berdinas di KPK.

"Bahwa bagi terperiksa pemberian uang valas kepada terperiksa bukan gratifikasi. Karena terperiksa peroleh saat terperiksa melaksanakan tugas sebelumnya di kepolisian yang memang beberapa kali pernah ditugaskan ke luar negeri untuk pelaksanaan tugas," ucap Albertina.

Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean menyampaikan Firli Bahuri tidak pernah hadir memenuhi sidang kode etik tanpa alasan yang sah. Firli mangkir saat dipanggil pada Jumat (8/12) atau berdasarkan surat bernomor 03/Dewas/Etik/Spg|112/2023.

Firli kembali tak hadir ketika dipanggil pada Rabu (20/12) silam, yakni berdasarkan surat nomor 03/Dewas/Etik/Spg|112/2023. Atas dasar itu, Dewas KPK menyatakan Firli melepas haknya untuk membela diri dalam sidang etik.

"Sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat 4 Peraturan Dewan Pengawas Nomor 4 Tahun 2001, terperiksa dianggap melepaskan haknya untuk membela diri dan persidangan dilakukan di luar hadirnya terperiksa," ucap Tumpak.

Rekomendasi