Halusinasi Ibu di Bekasi Sebelum dan Saat Bunuh Anaknya: Ke Bandara Usai Dapat Bisikan-Dengar Suara Ngaji

| 08 Mar 2024 19:15
Halusinasi Ibu di Bekasi Sebelum dan Saat Bunuh Anaknya: Ke Bandara Usai Dapat Bisikan-Dengar Suara Ngaji
Ilustrasi pembunuhan (Pixabay)

ERA.id - Seorang ibu, SNF (26) yang menusuk anaknya, AAMS (5) sebanyak 20 kali hingga tewas di rumahnya di kawasan Kota Bekasi, kerap berhalusinasi sejak dua bulan lalu.

Pihak kepolisan mengatakan, suami pelaku menduga halusinasi sang istri menjadi penyebab anaknya terbunuh.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap suami tersangka itu mengetahui ada keanehan lebih kurang dua bulan terakhir. Nah keanehan ini yang diduga suaminya ini sebagai faktor penyebab terjadinya kasus pembunuhan anak ini," kata Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi Kota AKBP Muhammad Firdaus kepada wartawan, Jumat (8/3/2024).

Ayah korban masih menjalani pemeriksaan hingga saat ini. Sebelumnya, dia berada di kawasan Medan. Hasil pemeriksaan sementara, SNF kerap berkata terkait SARA ketika berhalusinasi.

"Ya keanehan yang dimaksud itu berhalusinasi. Itu kalau saya jelaskan apa kata-katanya ini ada mengandung unsur SARA, Jadi mohon maaf tidak bisa saya sebutkan di dalam rilis," ujarnya.

AAMS tewas dibunuh pada Kamis (7/3) kemarin. Namun pada hari sebelumnya atau Rabu (6/3), SNF pergi ke Bandara Soekarno-Hatta bersama korban dan satu anak lainnya yang berumur 1 tahun 7 bulan sambil membawa barang-barang.

"Jadi si istrinya ini pergi ke bandara sama anaknya, katanya dia mau pergi ke suatu tempat karena ada panggilan itu tadi bisikan gaib tadi, halusinasinya si pelaku," ungkapnya.

Sang suami pun kaget karena tak diberitahu. Dia lalu meminta istrinya untuk pulang dan difasilitasi untuk menginap di hotel di kawasan Kota Bekasi. Pihak bandara pun diminta memesankan taksi untuk pelaku.

Sekira pukul 23.00 WIB, pelaku dan dua anaknya tiba di hotel. SNF lalu check out pada Kamis sekira pukul 03.00 WIB. Pelaku pun minta pihak hotel untuk dipesankan taksi. Namun ketika taksi datang, SNF dan kedua anaknya tak ada di lokasi.

"Namun ketika taksi datang malah si pelaku dan dua anaknya berjalan kaki. Ini yang kami duga dia berjalan menuju ke rumahnya pulang pada jam 03.00 WIB subuh pada hari Kamis tersebut," jelasnya.

Sang suami yang masih berada di Medan kerap menghubungi istrinya, namun tidak bisa. SNF baru bisa bisa dihubungi sekira pukul 10.00 WIB.

Saat ditanya ada di mana AAMS, sang istri menjawab korban telah hilang. "Nah ditanya ke mana anak tersebut, jadi dia berhalusinasi lagi dia mengatakan 'sudah pergi, sudah pergi jauh'," ungkapnya.

Suami lalu menyuruh orang kepercayaannya, NA untuk mengecek ke rumah. Sesampainya, NA bertanya ada di mana anak-anak, namun dijawab SNF telah hilang.

NA tak percaya begitu saja dan meminta masuk ke dalam rumah. Dia lalu naik ke lantai dua dan mendapati AAMS telah tewas di atas tempat tidur dalam kondisi berlumuran darah.

"Nah pada saat itu dilihat anak (lainnya yang umur 1 tahun) tersebut masih di dalam rumah langsung dibawa oleh saksi ke rumah tetangga dalam keadaan sudah bangun," kata Firdaus.

Saksi ini lalu melaporkan kejadian tersebut ke sekuriti setempat. Kemudian, sekuriti menindaklanjutinya dengan memberitahu polisi. Setibanya, polisi melakukan olah TKP dan mengetahui jika korban tewas dengan 20 luka tusukan.

Ditemukan juga sebilah pisau yang terbungkus plastik berlumuran darah. SNF pun ditangkap dan dibawa ke Polres Metro Bekasi Kota untuk diperiksa.

"Jadi hasil dari pemeriksaan pelaku, ini dia melakukan pembunuhan terhadap anak kandungnya ini pada hari Kamis sekitar pukul 04.00 WIB. Pada saat itu keterangan pelaku dia membunuh, dia pada saat itu ada mendengar suara ngaji, pada saat kejadian. Kita perkirakan jam 04.00 WIB subuh kejadian pembunuhan anak ini dibunuh," ujarnya.

Polisi berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bekasi untuk memeriksa kondisi kejiwaan SNF. Hasilnya, pelaku terindikasi mengidap gejala skizofrenia.

Atas perbuatannya, SNF dijerat Pasal 76 C juncto Pasal 80 ayat 3 dan ayat 4 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 338 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Rekomendasi