ERA.id - Bareskrim Polri akan melakukan razia ke sejumlah toko-toko untuk mencari obat perangsang "poppers" yang digunakan untuk kaum LGBT.
ERA mencoba melakukan penelusuran terkait penjual poppers secara online. Hasilnya, obat perangsang untuk LGBT ini masih banyak dijual oleh pelaku usaha di e-commerce.
"Pasti dirazia lah semua. Akan saya buat TR jajaran untuk razia barang ini kalau ada," kata Dirtipidnarkoba Bareskrim Polri, Brigjen Mukti Juharsa kepada wartawan, Kamis (25/7/2024).
Razia akan dilakukan karena dikhawatirkan barang ini disalahgunakan bila masih beredar di tengah masyarakat. "Makanya kita antisipasi, takut jadi (muncul kasus) perkosaan dan lain itu (akibat poppers)," ujarnya.
Jenderal bintang satu Polri ini pun menyebut poppers berbahaya untuk kesehatan. Selain melakukan razia, Bareskrim juga memburu tiga orang dalam kasus ini, yakni KR, BN, dan E yang saat ini telah ditetapkan sebagai daftar pencarian orang (DPO).
Sebelumnya, Bareskrim Polri mengungkap kasus peredaran obat-obatan terlarang, yakni poppers di kawasan Banten dan Bekasi. Brigjen Mukti Juharsa sebelumnya menjelaskan pengungkapan kasus ini berawal ketika penyidik menerima informasi dari masyarakat jika banyak peredaran obat perangsang poppers pada awal Juli 2024.
Berdasarkan penjelasan BPOM, obat berbentuk cairan ini mengandung bahan kimia isobutil nitrit. Penyidik pun melakukan penelusuran dan menangkap seorang pengedar poppers, RCL di kawasan Bekasi Utara pada Sabtu (13/7) silam.
"Berdasarkan keterangan RCL bahwa obat perangsang dengan sebutan 'poppers' didapat dengan cara mengimpor langsung dari China kepada seseorang atas nama E dan disimpan di sebuah rumah yang dijadikan sebagai gudang," kata Mukti saat konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (22/7).
"Obat perangsang tersebut biasa digunakan oleh kaum LGBT dan RCL telah menjual obat tersebut sejak pertengahan tahun 2017," tambahnya.
RCL awalnya menjual obat perangsang ini secara online. Namun ketika poppers dilarang, pelaku mengedarkan obat tersebut melalui WhatsApp ke pelanggan lamanya.
Pengembangan pun dilakukan dan penyidik menangkap MS dan P karena mengedarkan obat berbahaya ini di kawasan Banten pada Selasa (16/7). Kedua pelaku ini mengaku mendapatkan poppers dari China.
"Kedua tersangka telah menjual poppers sejak awal tahun 2022 dengan cara menggunakan media sosial Twitter dan aplikasi medsos dengan nama 'hornet' khusus komunitas LGBT," tambahnya.
Sebanyak 959 botol obat perangsang yang belum diberi merek dan 710 botol obat poppers yang telah diberi label merek disita sebagai barang bukti.