Kapolri Tegaskan Menikahkan Korban Kekerasan Seksual dengan Pelaku Bukan Solusi

| 15 Jan 2025 19:30
Kapolri Tegaskan Menikahkan Korban Kekerasan Seksual dengan Pelaku Bukan Solusi
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo berbicara dalam acara Tanwir I Aisyiyah periode 2022-2027 di Jakarta, Rabu (15/1/2025). (Dok. Divisi Humas Polri)

ERA.id - Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa penanganan kekerasan seksual tidak bisa diselesaikan dengan menikahkan korban dan pelaku. 

"Ada beberapa model penyelesaian (kekerasan seksual), belum tentu pihak korban setuju, namun kemudian terpaksa dilakukan, misalnya diselesaikan dengan cara dinikahkan, padahal belum tentu dengan dinikahkan masalah selesai. Namun, terpaksa dilakukan untuk menyelesaikan atau menutupi aib," katanya saat menghadiri Tanwir 1 Aisyiyah di Jakarta, Rabu (15/1/2025), dikutip dari Antara.

Untuk menangani kekerasan terhadap perempuan dan anak, Kapolri menyampaikan bahwa pihaknya telah membentuk Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak serta Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO).

"Kami menyampaikan tentang pentingnya ada direktorat khusus yang menangani perempuan dan anak. Alhamdulillah, saat itu Presiden Jokowi setuju, sekarang Polri berhasil membentuk Direktorat Perempuan dan Anak," ujar dia.

Ia berharap nantinya Direktorat PPA-PO dapat dikembangkan hingga ke tingkat Polda dan Polres.

"Kami ingin direktorat ini tidak hanya di Mabes Polri, tetapi bisa kami kembangkan sampai Polda dan Polres. Saat ini kami sedang proses mengembangkan harmonisasi sampai ke Kemenpan-RB," tuturnya.

Menurut data Komnas Perempuan dan Anak, kata Listyo, perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual jumlahnya empat kali lipat dibandingkan laki-laki.

"Demikian juga jumlah korban anak hampir dua kali lipat lebih besar dibandingkan korban dewasa, jadi 27 ribu dibandingkan 6 ribu sekian, hampir 7 ribu, dan 21.600 dibandingkan dengan 12.999," kata Listyo.

Ia melanjutkan selama lima tahun, terdapat 105.475 kasus terkait dengan perempuan dan anak, di mana yang tertinggi adalah kekerasan dalam rumah tangga, pencabulan, kekerasan fisik, persetubuhan, pemerkosaan, dan lain-lain.

"Angka ini bukan sebenarnya, karena di Indonesia masih banyak korban yang enggan melapor. Sebagian melihat kalau saya melaporkan, ini aib buat saya, kalau saya melaporkan, saya bisa menjadi korban kedua kali," tuturnya.

Untuk itu, menurut dia, pertanyaan-pertanyaan terkait kasus kekerasan seksual akan lebih baik jika diajukan oleh polisi wanita (polwan).

"Kalau yang menangani polisi laki-laki, pada saat ditanya untuk BAP, ada potensi korban tertekan, karena pertanyaan-pertanyaan ini sangat sensitif, dan lebih bagus pertanyaan tersebut diajukan oleh polwan," ucapnya.

Rekomendasi