ERA.id - Eks pemimpin Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab, divonis pidana penjara 4 tahun terkait tes swab palsu.
Kuasa Hukum Rizieq Shihab, Aziz Yanuar menyayangkan vonis Majelis Hakim kepada HRS dalam perkara swab test di Rumah Sakit Ummi Bogor.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (2/6/2021), Majelis Hakim memutuskan vonis bersalah kepada HRS dan menjatuhkan hukuman empat tahun penjara.
Menurut Aziz, vonis tersebut sangat menyakiti rasa keadilan dan memperkuat dugaan adanya kriminalisasi ulama.
“Kemenangan sejati adalah ketika kita tetap dalam kebenaran, vonis ini sangat menyakiti rasa keadilan dan memperkuat dugaan kriminalisasi ulama dan pihak yang diduga berseberangan pendapat dengan penguasa,” kata Aziz melalui pernyataan tertulisnya, Kamis (24/6/2021).
Menurut Aziz, jika konsisten ditegakkan hukum terkait kebohongan sebagaimana UU No. 1/1946 pasal 14 dan 15 maka kebohongan-kebohongan yang meresahkan lain harus juga diproses secara hukum.
Aziz pun menyebutkan sejumlah kasus kebohongan yang terjadi, antara lain:
Pertama, kebohongan oknum pejabat yang beberapa waktu lalu mengatakan Ivermectin sudah mendapat izin BPOM untuk pengobatan Covid-19, ternyata tidak benar dan dibantah BPOM melalui website resminya.
“Ini diduga sangat meresahkan dan membahayakan kesehatan masyarakat, faktanya tidak masalah dan tidak diproses hukum,” kata Aziz.
Kedua, kebohongan oknum pejabat 2020 lalu yang mengatakan tersangka kasus korupsi Harun Masiku 16 Januari 2020 belum ada di Indonesia, padahal faktanya dibantah oleh pihak Imigrasi bahwa 7 Januari 2020 Harun Masiku sudah ada di Indonesia.
“Ini diduga kebohongan yang membahayakan pemberantasan korupsi di Indonesia dan membuat gaduh karena ada elemen masyarakat seperti munculnya petisi dari warga negara melawan korupsi yang meminta presiden untuk memberhentikan pejabat tersebut, tapi faktanya hingga saat ini hal itu tidak masalah dan tidak diproses hukum,” ungkap Aziz.
Ketiga, penguasa pernah mengatakan sejak 2015 tidak pernah terjadi kebakaran hutan, padahal data menunjukkan bahwa pada tahun 2016-2018 telah terjadi kebakaran lebih dari 30.000 hektar lahan hutan.
“Ini jelas diduga merugikan pemberantasan karhutla di Indonesia, namun ini tidak masalah dan tidak diproses hukum,” jelas Aziz.
Keempat, lanjut Aziz, penguasa pernah mengatakan tahun 2018 total impor jagung 180.000 ton, padahal data impor jagung tahun 2018 sebesar 737.228 ton. “Ini jelas diduga merugikan petani Indonesia, namun ini tidak pernah jadi masalah dan diproses hukum,” tuturnya.
Selain itu, kata Aziz, diduga masih banyak kebohongan publik yang patut diduga menimbulkan keonaran dan keresahan yang tidak masalah dan tidak diproses hukum.
Oleh karena itu, Aziz menilai vonis terhadap Habib Rizieq sebagai bentuk ketidakadilan hukum.
“Maka penegakan hukum yang tidak berkeadilan ini dan dugaan kriminalisasi ulama dan masyarakat yang sangat kuat ini jelas musibah bagi keadilan di republik,” jelasnya.
“Sampai jumpa majelis hakim dan para jaksa serta pihak lain yang terlibat dalam ketidakadilan ini dalam pengadilan akhirat kelak, insyaallah tidak akan lepas kita semua dari itu nanti,” tandas Aziz.