ERA.id - MPR RI sedang menyusun perencanaan pembangunan jangka panjang yang jelas melalui Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, sejak reformasi, Indonesia tak lagi memiliki perencanaan jangka panjang yang terpadu dan yang mampu mengikat kepemimpinan nasional hingga kepemimpinan daerah dari suatu periode ke periode lainnya. Karena itu, dia mengajak masyarakat ikut bersinergi merancang peta jalan.
"Kesadaran kolektif bangsa kita baru terbentuk pasca reformasi. Ternyata, tanpa haluan negara seperti jaman Presiden Soekarno dengan Pola Pembangunan Semesta Berencana (PPSB) dan era Presiden Suharto dengan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), perjalanan bangsa kita jalan di tempat. Itu terjadi, karena rencana pembangunan nasional kita hanya berpijak pada visi-misi Presiden dan pada program-program jangka pendek. Sehingga, setiap pergantian pemimpin baik itu di nasional, maupun daerah terjadi banyak kemunduran, karena setiap pemimpin pengganti tidak memiliki kewajiban untuk menuntaskan atau meneruskan program-program pembangunan yang sedang berjalan," kata Bambang dikutip dari keterangan tertulisnya, Rabu (3/8/2022).
Tanpa peta jalan, kata Bambang, tidak ada jaminan, proyek nasional yang menghabiskan anggaran trilunan yang dipungut dari pajak rakyat tuntas dibangun dan memberi manfaat bagi rakyat. Seperti pembangunan Pusat Pembinaan Olahraga Nasional Hambalang dan berbagai proyek lainnya di pasca reformasi sejak era Presiden Habibie hingga era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Termasuk juga proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan berbagai proyek pembangunan infrastruktur lainnya yang kini gencar dilakukan Presiden Joko Widodo, dilanjutnya oleh penggantinya jika hanya diikat dalam undang-undang yang dapat di-judicial review dan mudah diterpedo atau dibatalkan oleh Perppu," kata Bambang.
Kondisi semacam itu, kata Bambang, menyebabkan banyaknya pembangunan menjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga tidak bisa dirasakan manfaatnya oleh rakyat.
"Ini menjadi evaluasi kita bersama. Itulah yang membuat kami di MPR mengeluarkan rekomendasi agar kita memiliki peta jalan pembangunan nasional untuk segera menetapkan rencana jangka panjang yang jelas. Ketika itu terwujud, maka kita semua tidak perlu kuatir lagi. Sebab, siapapun yang menjadi presiden atau pemimpin, kita telah tahu akan dibawa kemana bangsa ini ke depan," paparnya.
Namun, dalam perjalanannya, ternyata perjuangan untuk menyatukan kesepakatan, kesepahaman yang sama masih sulit dan masih terjal. Padahal selama dua periode, MPR begitu semangat untuk merealisasikan PPHN, tapi sampai hari ini belum terwujud karena terganjal dengan berbagai kepentingan dan pertimbangan situasi politik yang tidak kondusif.
“Akhirnya, MPR sepakat mengambil langkah untuk menghadirkan PPHN tanpa melalui amandemen. Sebenarnya, yang ideal memang menghadirkan kembali PPHN dengan kekuatan di atas Undang-Undang yakni dengan TAP MPR. Tapi, konsekwensinya harus melalui amandemen dan hal itu dalam situasi politik hari ini tidak memungkinkan kita lanjutkan, sehingga MPR mencari terobosan baru dan badan pengkajian MPR telah memberikan suatu titik terang atau jalan untuk kita memiliki terobosan itu, yaitu melalui Konvensi Konstitusi,” paparnya.
Bambang menjelaskan, PPHN sebagai panduan dalam bernegara jangka panjang harus memiliki dasar yang sangat kuat, sehingga tidak mudah ‘ditorpedo’ dengan Perpu atau di Judicial Review. Dengan begitu, siapapun nanti pengganti Presiden hari ini, pembangunan ibukota negara dan pembangunan infrastruktur berjangka panjang lainnya, bisa dituntaskan oleh Presiden terpilih berikutnya.
“Melihat pentingnya PPHN untuk bangsa dan negara, saya mengajak seluruh Pimpinan dan anggota MPR yang terdiri dari anggota DPR dan DPD, juga seluruh elemen masyarakat termasuk para akademisi dan cendekiawan, mari semua bergandeng tangan bersama kita cari jalan terbaik,” pungkas Bambang.