ERA.id - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memastikan bahwa pemerintah akan terus mengawal pengesahan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
Hal itu disampaikan Moeldoko setelah menerima pengaduan tindak kekerasan yang menimpa seorang Pekerja Rumah Tangga (PRT) asal Cianjur, Jawa Barat, pada Selasa (25/10).
"Ini menjadi kekuatan moral bagi pemerintah untuk bekerja lebih keras lagi. Di era seperti saat ini masih ada pemberi kerja yang melakukan kekerasan terhadap pekerja rumah tangga. Tidak masuk akal bagi saya, tapi ini benar terjadi di tengah kita," kata Moeldoko dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (26/10/2022).
Menurutnya, hingga saat ini pemerintah masih menunggu proses legislatif di DPR RI. Sebab, masih terdapat beberapa perbedaan pandangan yang harus disepakati bersama oleh pemerintah, diantaranya terkait dengan wilayah kerja PRT yang berada di antara wilayah buruh dan pekerja sektor informal.
Selain itu, aspek perlindungan terhadap PRT perlu menimbang nilai-nilai moral, budaya, kearifan lokal dan aspek kekeluargaan yang memiliki kekhasan masing-masing di setiap daerah.
“Langkah-langkah taktik komunikasi politik dan komunikasi publik sudah dilakukan, penyesuaian terhadap substansi sedang dilakukan, langkah administrasi pun sudah diupayakan. Perlu diketahui bahwa saya sudah membuat memo kepada Presiden Jokowi mengenai endorsement terhadap RUU PPRT. Jadi, kita sedang menunggu hasilnya,” paparnya.
Mantan panglima TNI itu menambahkan, KSP mengesahkan pembentukan Gugus Tugas Percepatan RUU PPRT pada Agustus lalu demi mendorong pembahasan RUU PPRT yang mandek selama hampir dua dekade.
Dengan adanya kasus kekerasan terhadap PRT, menurutnya, hal ini menjadi dorongan positif bagi gugus tugas untuk mempercepat pembahasan RUU PRT.
"Tindak kekerasan ini menjadi dorongan moral bagi gugus tugas percepatan pembahasan tentang UU PPRT," ucapnya.
Data Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) melaporkan sebanyak 1.148 kasus kekerasan terhadap PRT dari tahun 2017 hingga 2022 terkait dengan kekerasan ekonomi seperti upah tidak dibayar dan/atau upah dipotong. Dari 2.637 PRT yang melaporkan kasus kekerasan pada periode yang sama, sebanyak 1.027 kasus diantaranya menyangkut kekerasan fisik, 1.382 kasus menyangkut kekerasan psikis, 831 kasus menyangkut kekerasan seksual dan 1.487 kasus terkait dengan tindak perdagangan orang oleh agen penyalur.
Oleh karenanya, RUU PPRT tidak hanya menjadi pengakuan dan perlindungan bagi PRT, namun juga menjadi implementasi fungsi pemerintah dalam hal pembinaan dan pengawasan pekerja.