ERA.id - Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi mengingatkan adanya tren konservatisme di kalangan millennial. Wamenag mendasarkan pandangannya pada hasil penelitian sejumlah lembaga diantaranya, Pusat Studi Agama dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta misalnya, pada 2018 melakukan penelitian di 18 kota/ kabupaten di Indonesia.
Hasilnya, menunjukkan bahwa ancaman ekstremisme di kalangan kaum muda berusia 15-24 sangat mengkhawatirkan.
“Tren konservatisme ini dicirikan dengan scriptural plus komunal yang juga menguat,” kata Zainut saat membuka Musyawarah Pimpinan Nasional (MUSPIMNAS) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) tahun 2022 di Universitas Islam Negeri (UIN) Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung (SATU). Wamenag, Kamis (17/11/2022).
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta juga melakukan riset di 18 kota/ kabupaten di Indonesia tentang literatur keislaman Generasi Milenial. Hasilnya menunjukkan bahwa generasi milenial sangat memiliki minat untuk melakukan akses terhadap literatur keagamaan.
“Masalahnya adalah terletak pada pilihan topik, di mana jihad dan khilafah paling banyak diminati,” ujarnya.
Tak hanya itu, Data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang dirilis pada 2019 juga menunjukkan fakta bahwa 59,1% pelaku terorisme, berusia kurang dari 30 tahun. Kalangan muda usia 17-24 tahun menjadi sasaran utama penyebaran paham ekstremisme.
“Survey BNPT tersebut juga menunjukan, 80% generasi muda rentan terpapar ekstremisme, karena cenderung tidak berpikir kritis. Umumnya generasi muda milenial ini, lebih cenderung menelan mentah-mentah, arus distribusi informasi dan ideologi. Karena sikap intoleran biasanya muncul, pada generasi yang tidak berpikir kritis. Ini menjadi sasaran empuk kelompok ekstrem,” ujarnya.
Berkenaan fakta itu, Zainut mengingatkan kepada para kader PMII akan pentingnya penguatan moderasi beragama dalam pemahaman teks-teks keagamaan dan kehidupan sosial kalangan mahasiswa.
“Peran mahasiswa sangat penting sebagai katalisator mewujudkan Islam yang rahmatan lil alamin,” paparnya.
Pengarusutamaan moderasi beragama, kata Wamenag, setidaknya dilandasi oleh tiga hal. Pertama, kehadiran agama untuk menjaga martabat manusia dengan pesan utama rahmah (kasih-sayang). Kedua, pemahaman bahwa pemikiran keagamaan bersifat historis, sementara realitas terus bergerak secara dinamis, sehingga kontekstualisasi adalah keniscayaan, tidak justru terjebak pada teks yang melahirkan cara beragama yang ekslusif.
"Ketiga, tanggung jawab kita untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia dari siapa saja yang ingin merongrong kehormatanya," katanya.
Dengan demikian karakter dan kompetensi seorang pemimpin harus dipadu padankan dengan baik agar kepemimpinan di semua lini kehidupan mendapatkan kepercayaan (trust) yang kuat.
Selain konservatisme, Wamenag juga mengingatkan PMII akan tantangan revolusi industri 4.0, society 5.0, pasar bebas internet, serta kompetisi dagang global yang semakin terbuka. Pelbagai bentuk teknologi digital telah berkembang selama dekade terakhir ini seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence), data besar (big data), buku besar digital (blockchain), komputasi awan (cloud computing), Internet untuk Segala Internet of Things (IoT), pembelajaran mesin (machine learning), aplikasi seluler (mobile applications), nano teknologi (nanotechnology), dan sebagainya.
“Era society 5.0, menghadapkan kita pada perubahan yang sangat dinamis, sangat cepat dan serba tidak pasti, serta ditandai dengan hilangnya pekerjaan dan kompetensi yang sudah lama dipersiapkan oleh perguruan tinggi," katanya.
Lebih lanjut, dia menambahkan, kondisi saat ini memaksa semua pihak untuk melakukan akselerasi pemahaman dan penguasaan terhadap teknologi, tidak terkecuali para mahasiswa dan masyarakat perguruan tinggi.
Maka, para kader PMII sebagai wadah pergerakan mahasiswa harus cepat merespon jika tidak ingin tertinggal atau ditinggalkan oleh anggotanya yang telah memiliki ekspektasi serta orientasi masa depan yang berbeda. Kemampuan membaca orientasi masa depan masyarakat (future need of the society) yang tepat dan detail sangatlah penting.
"Sehingga proses kaderisasi anggota melalui pendidikan dan pelatihan tidak memproduksi sesuatu yang sudah tidak lagi relevant dengan tantangan zamannya baik skills dan knowledge capacity yang dibutuhkan,” pesannya.
Wamenag berharap Muspimnas PMII ini akan menghasilkan keputusan atau dokumen strategis yang dapat melahirkan calon-calon pemimpin bangsa yang mampu menjawab tantangan dan peluang Indonesia dalam kancah dunia global.
“Pada saat yang sama kita membutuhkan figure pemimpin yang memiliki komitmen kepada nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan. Karena kita sadar bahwa mahasiswa adalah pemimpin masa depan Indonesia,” tandasnya.