Draf RKUHP Terbaru: Hina Presiden dan Wakil Presiden Bisa Dipenjara Sampai Empat Tahun

| 04 Dec 2022 21:02
Draf RKUHP Terbaru: Hina Presiden dan Wakil Presiden Bisa Dipenjara Sampai Empat Tahun
Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin (Setkab)

ERA.id - Pemerintah telah merampungkan draf Rancangan Kitab Undang-Undang Tindak Pidana (RKUHP) untuk disahkan sebagai undang-undang pada rapat paripurna DPR RI.

Draf RKUHP telah mengalami sejumlah perubahan sejak batal disahkan pada Juli 2022 dan dilakukan sosialisasi publik di 11 kota. Salah satunya, pasal terkait penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden.

Dalam draf RKUHP terbaru tertanggal 30 November 2022, pada Pasal 218 disebutkan bahwa orang atau pihak yang menghina presiden dan wakil presiden dapat dikenakan pidana penjara selama tiga tahun atau denda sebesar Rp200 juta.

"Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan/atau wakil presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV," bunyi Pasal 218 ayat (1) draf RKUHP terbaru.

Adapun yang dimaksud dengan menyerang dan kehormatan atau harkat martabat diri adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri, termasuk menista dan memfitnah.

Sementara pada Pasal 219 tertulis, seseorang atau pihak yang melaukan penghinaan menggunakan sarana teknologi informasi dapat dipidana hingga empat tahun.

"Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV," bunyi Pasal 219 draf RKUHP terbaru.

Namun, pada Pasal 218 ayat (2) disebutkan bahwa, jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri, maka bukan tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat.

Pada bagian itu penjelaskan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan dilakukan untuk kepentingan umum adalah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak berdemokrasi, misalnya melalui hak unjuk rasa, kritik atau pendapat yang berbeda dengan kebijakan presiden dan/atau wakil presiden.

"Dalam negara demokrasi, kritik menjadi hal penting sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang sedapat mungkin bersifat konstruktif, walaupun mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan, atau tindakan presiden dan/atau wakil presiden," bunyi penjelasan Pasal 218 ayat (2) draf RKUHP terbaru.

Meski begitu, tindak pidana ini termasuk dalam delik aduan. Artinya, hanya bisa ditindak apabila ada aduan langsung dari presiden maupun wakil presiden. Hal tersebut tercantum pada Pasal 220 ayat (1) dan ayat (2).

Rekomendasi