ERA.id - Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset tak kunjung dibahas. Surat Presiden (Surpres) terkait RUU Perampasan Aset belum juga dibacakan dalam Sidang Paripurna DPR RI.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Joko Widodo menekankan bahwa dirinya sudah sering kali mendorong agar RUU Perampasan Aset segera dibahas dan disahkan sebagai undang-undang.
"Saya tuh sudah mendorong tidak sekali dua kali. Sekarang itu posisinya ada di DPR. Masa saya ulang terus, saya ulang terus kan enggak lah," kata Jokowi dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (27/6/2023).
Dia menegaskan bahwa RUU Perampasan Aset saat ini bolanya berada di DPR RI. Menurutnya, ketimbang mendesak pemerintah terus menerus, lebih baik tanyakan kepada parlemen soal kelanjutan pembahasan RUU Perampasan Aset.
"Sudah di DPR, sekarang dorong saja yang ada di sana," tegas Jokowi.
Diketahui, pemerintah mengirimkan Surpres RUU Perampasan Aset sejak 4 Mei 2023. Sementara DPR RI membuka masa sidang baru pada 16 Mei 2023.
Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan, saat ini pihaknya masih fokus membahas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023.
"Sekarang memang kita bersama pemerintah sedang fokus rapat pembahasan urusan anggaran untuk tahun 2023 ini. Itu dulu yang menjadi fokus pembahasan, karena sudah ada siklus penjadwalan untuk masalsah anggaran ini," kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/6/2023).
Terkait pembahasan lainnya, termasuk soal surpres RUU Perampasan Aset maupun produk legislatif lainnya, akan dibahas sesuai mekanisme yang ada.
Hanya saja, kata Puan, memang tidak bisa langsung dibahas. Karena disesuaikan dengan prioritas mana saja yang penting untuk didahulukan.
"Jadi enggak bisa sak det sak nyet (mendadak) kalau kata orang Jawa tuh, hari ini ada berita, hari ini sepertinya suratnya ada, kemudian itu harus dibahas," kata Puan.
Meski begitu, dia tak menampik bahwa RUU Perampasan Aset penting untuk segera dibahas. Namun, DPR RI perlu mencermati juga aspirasi dari masyarakat terhadap rancangan perundang-undangan tersebut.
"Kami menyadari hal tersebut urgen, kami juga menyepakati bahwa hal itu harus segera diselesaikan," kata Puan.
"Jangan melakukan satu pembahasan itu dengan terburu-buru, kemudian enggak sabar, kemudian hasilnya enggak maksimal," imbuhnya.
Terpisah, Wakil Ketua DPR RI Lodewijk F Paulus mengatakan, hambatan Surpres tekait RUU Perampasan Aset tak kunjung dibacakan karena masih ada proses politik yang belum selesai antar fraksi di parlemen.
Namun, dia tak mau mengungkapkan, ganjalan politik apa yang mejadi dinamika antar fraksi.
"Itu kan ada proses secara politik di antara fraksi, itu kan masih berjalan gitu lho," kata Lodewijk.
Setelah fraksi-fraksi di DPR RI sudah satu suara mengenai RUU Perampasan Aset, maka mekanisme selanjutnya bisa dilakukan yaitu rapat Badan Musyawarah (Bamus) dan rapat pimpinan (rapim).
"Sehingga, mereka setelah bulat, baru sampai ke kami-kami pimpinan (DPR RI)," kata Lodewijk.