ERA.id - Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia mengatakan, Dewan Pakar Partai Golkar tak memiliki wewenang untuk mengevaluasi hasil musyawarah nasional (Munas). Lagipula DPP Partai Golkar masih tetap menjalankan keputusan Munas dan tidak melenceng dari ketetapan yang ada.
Hal ini menanggapi rencana Dewan Pakar Partai Golkar untuk mengevaluasi hasil Munas 2019 yang merekomendasikan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto sebagai calon presiden (capres) 2024.
"Ya kewenangan untuk mengevaluasi keputusan DPP sih enggak ada ya. Apalagi kan DPP selama ini kan menjalankan keputusan Munas, Rapimnas, dan Rakernas," kata Doli kepada wartawan, Senin (10/7/2023).
Menurutnya, Dewan Pakar hanya berwenang memberikan saran dan masukan. Selain itu, Dewan Pakar biasanya hanya memberikan masukan terhadap pengambilan sikap partai yang berkaitan dengan soal pembangunan dan kebijakan pemerintah.
Oleh karena itu, mengevaluasi hasil munas bukan kewenangan Dewan Pakar. "Dewan atau Dewan Pakar itu tidak punya kewenangan untuk melakukan evaluasi kebijakan itu. Kalau memberikan saran dan masukan, ya boleh-boleh saja," kata Doli.
Menurutnya, untuk mengevaluasi hasil munas harus melalui tingkatan yang sama. Namun dia membantah jika forum itu haruslah musyawarah nasional luar biasa (munaslub). "Nah, yang berhak mengevalusi itu ya forum setingkat yang sama," kata Doli.
Lebih lanjut, Doli mempertanyakan apa yang menjadi dasar Dewan Pakar hendak mengevaluasi hasil munas. Sebab menurutnya, Dewan Pakar sudah memberikan masukan saat Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) terakhir.
"Kalau berkaitan dengan Pilpres kan sudah diberikan kemarin, kekuatan bahwa seluruh yang berkaitan soal keputusan akhir, tentang momentum, strategi, dan keputusan akhir terkait dengan pilpres kan diserahkan mandatnya kepada ketua umum," kata Doli.
"Dan waktu itu juga secara eksplisit disampaikan ke ketua Dewan Pakar dalam rapat kerja nasional itu. Terus apa yang mau dievaluasi. Itu kan berdasarkan saran dan masukan mereka pada saat rakernas juga," lanjutnya.
Diberitakan sebelumnya, Dewan Pakar Partai Golkar menggelar rapat di kediaman Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono, di kawasan Cipinang Cependak, Jakarta Timur pada Minggu (9/7/2023) malam.
Anggota Dewan Pakar Partai Golkar Ridwan Hisjam mengatakan, ada sejumlah hal yang dibahas.
Salah satunya terkait evaluasi keputusan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar 2019 yang mendorong Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto sebagai calon presiden (capres) di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Menurutnya, pasca Munas 2019, Partai Golkar kian tak jelas arah politiknya jelang Pemilu 2024. Meski telah membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama PAN dan PPP, nyatanya tidak ada kemajuan.
Akibat ketidakpastian arah politik Partai Golkar itu pun memepengaruhi mesin partai di akar rumput. Menurut Ridwan, hal tersebut membuat gerakan partai berlambang pohon beringin di bawah semakin loyo.
"Banyak pendukungnya, pengurusnya juga banyak di daerah-daerah kan menunggu sinyal itu. Kalau tidak diberi sinyal, mereka diam. Dengan diamnya seluruh kader dan komponen partai dari pusat sampai daerah itu membuat partai itu menjadi loyo," paparnya.
Lebih lanjut, Ridwan menyoroti hasil Munas 2019 yang memberi mandat agar Airlangga maju sebagai capres, namun tak kunjung meningkat elektabilitasnya. Oleh karenanya, Dewan Pakar Partai Golkar akan membuat rekomendasi agar arah Partai Golkar jelang Pemilu 2024 semakin jelas.
"Maka saya minta Dewan Pakar harus membuat rekomendasi. Meskipun ini sudah terlambar, tapi harus dikeluarkan," katanya.
Menurutnya, opsi Munaslub terbuka untuk mengubah hasil Munas 2019. Ridwan mengatakan, jika opsi Munaslub untuk mengubah keputusan Airlangga sebagai capres terbuka. Maka terbuka juga bagi Golkar untuk mendukung nama lain di Pilpres 2024.
"Jadi munaslub dalam rangka mengubah keputusan bahwa Airlngga bukan calon presiden. Bisa calon lain kan, apakah yang lainnya, itu bisa saja," katanya.
Bahkan, kata Ridwan, dengan terbukanya opsi Munaslub itu, tidak hanya mengubah keputusan Munas 2019. Tetapi juga berpeluang mengganti ketua umum Partai Golkar. Namun hal itu tergantung pemilik suara Golkar di munaslub.
"Tapi berpeluang juga, karena munaslub, maka pergantian ketua umum bisa mengarah ke sana. Tergantug pemilik suara," ucap Ridwan.