ERA.id - Kadivhubinter Polri, Irjen Krishna Murti menyebut penelusuran kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) jual beli ginjal jaringan Bekasi-Kamboja sempat mengalami kesulitan.
"Kami akan sampaikan bahwa koordinasi kami dengan Kamboja pada kasus-kasus TPPO yang lalu kami sangat mudah berkoordinasi. Pada kasus TPPO ini kami mengalami kesulitan," kata Krishna saat konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (20/7/2023).
Kesulitan itu karena pemerintah Kamboja menganggap kasus TPPO jual beli ginjal di Bekasi bukan merupakan sebuah tindak pidana. Penyidik harus menyakinkan pemerintah Kamboja jika kasus ini merupakan tindak pidana.
Koordinasi pun dilakukan bersama Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Phnom Penh dan meminta bantuan dari atase pertahanan.
"Kedua, tindak pidana ini dilakukan di rumah sakit yang secara otoritas itu di bawah kendali pemerintah Kamboja. Terjadi di situ, kami sampaikan Rumah Sakit Preah Ket Meala," ucap Krishna.
Karena transplantasi ginjal itu dilakukan di rumah sakit milik pemerintah Kamboja, penyidik harus berkoordinasi dan meminta bantuan ke stafsus perdana menteri Kamboja agar para korban bisa dipulangkan.
Koordinasi secara ketat pun dilakukan dengan kepolisian dan interpol Kamboja.
Sebelumnya, Kapolda Metro Jaya, Irjen Karyoto menerangkan sebanyak 12 orang ditangkap dan ditetapkan menjadi tersangka kasus penjualan ginjal Bekasi-Kamboja.
"Sampai hari ini tim telah menahan sebanyak 12 tersangka," kata Karyoto saat konferensi pers di Polda Metro Jaya, hari ini.
Namun, Karyoto belum mengungkapkan identitas ataupun inisial para tersangka. Jenderal bintang dua Polri ini pun menyebut sebanyak 122 orang menjadi korban dari kasus penjualan ginjal ini.