ERA.id - DPP PDI Perjuangan menggelar pertujukan Wayang Kulit Tiga Dalang dengan lakon Pandawa Syukur Sesaji Rojosuyo. Panggelaran ini untuk memperingati Kasus 27 Juli.
Adapun wayang kulit digelar di halaman Masjid At-Taufiq, Lenteng Agung, Jakarta, Jumat (28/7/2023) malam.
"Wayang adalah ritual kehidupan. Di dalam wayang ini kita tidak hanya menangkap seluruh falsafah tentang budi pekerti, tentang tugas satria di dalam melawan angkara murka," kata Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dalam sambutannya.
Dia lantas meringkas cerita wayang kulit yang dibawakan. Menurutnya, lakon kali ini menceritakan tengang Prabu Jarasanda yang ingin menaklukan 100 kerajaan.
Sambil bekelakar, dia menyebut sudah ada seorang pemimpin yang berambisi ingin menaklukan dunia sebelum di Jerman ditemukan teori Lebensraum.
"Menaklukan dunia yang tentu saja dengan perlengkapan senjata. Hanya saja senjatanya ini baru atau bekas itu tidak disebutkan dalam cerita wayang ini," kata Hasto.
Dia juga menyebut, di dalam pengadaan senjata untuk menaklukan kerajaan tersebut dengan membangun tentara hebat.
“Jadi bukan membentuk PT kecil yang isinya saudara-saudara dari kerajaan ini, bukan. Tetapi dengan membentuk bala tentara yang hebat. Akhirnya 97 raja bisa ditaklukan, tinggal tiga yang belum ditaklukan, yaitu namanya Prabu Baladewa, Prabu Kresna, dan Prabu Kuntadewa,” ungkap Hasto.
Dia juga mengungkapkan, Prabu Jarasanda ini memiliki ambisi kuat, yang di mana menggunakan jurus devide et impera. Namun, ambisi jtu bisa dikalahkan dengan perang tanding.
Hasto lantas membandingkannya dengan kontestasi pemilihan presiden (pilpres), yang juga saling bertanding namun dengan cara adu narasi dan pemikiran.
"Jadi dalam cerita wayang, kalau namanya raja punya ambisi caranya dengan perang tanding. Dengan debat, menyampaikan narasi masa depan. Kalau dulu kan perang fisik adu kekuatan, adu kesaktian. Kalau sekarang itu dengan menyampaikan suatu narasi yang baik, suatu ujaran kebenaran, suatu karakter yang baik yang ditampilkan," kata Hasto.
“Jadi itulah kesaktian-kesaktian raja masa kini yang ingin menjadi pemimpin nasional dengan perang tanding. Jadi yang disaampaikan debat-debat tentang visi misi itu yang memang harus disampaikan,” sambungnya.
Hasto juga menceritakan, bahwa dengan perang tanding ini, seorang pemimpin juga akan menunjukan jiwa kesatrianya. Tapi tidak dengan mendompleng kekuatan dan kebesaran nama tokoh lainnya.
Dia kemudian mengibaratkannya dengan salah satu tokoh Pandawa bernama Werkudara yang tidak mungkin maju perang dengan menempel Kresna.
“Kemudian dengan perang tanding ini, jiwa kesatria diperlihatkan. Enggak ada itu yang namanya Werkudara mau maju perang dia nempel ke Kresna. Enggak ada dalam cerita wayang. Kalau mau perang, kesatria ini berhadapan dengan baik,” kata Hasto.
Karena itu, dari wayang ini belajar nilai-nilai keutamaan seorang kesatria.
“Seorang kesatria yang punya ambisi menaklukan dunia sekalipun itu akan menebarkan nilai-nilai kesatriannya itu. Dia bukan orang yang suka melakukan gerakan devide et empera,” ungkap Hasto.
Dia pun menegaskan, dalam lakon wayang ini, siapa yang memperjuangkan kebenaran itu akhirnya akan menang.
“Karena itu, menjadi seorang pemimpin diperlukan modal karakter yang baik, diperlukan rekam jejak kepemimpinan yang sangat baik. Sehingga dia bisa mewakili dari seluruh rakyat yang diwakilinya. Bukan dengan ambisi kekuasaannya menaklukan 100 raja dan menentang 3 raja yang menjadi simbol kebenaran,” kata Hasto.
Turut hadir jajaran DPP PDIP Sri Rahayu, kemudian pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie. Hadir pula dalam acara tersebut, Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas, Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono, Wakil Bupati Ngawi Dwi Rianto Jatmiko serta Ketua DPC Tangsel Wanto Sugito.
Tiga dalang kondang seperti Ki. Joko Widodo (Joko Klentheng), Ki. Puthut Puji Aguseno dan Ki, akan membawakan lakon Pandawa Syukur (Sesaji Rojosuyo).