ERA.id - Hasil Survei Polmatrix Indonesia mengungkapkan bahwa Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto berhasil unggul dalam simulasi head-to-head melawan bakal calon presiden PDIP Ganjar Pranowo dengan elektabilitas mencapai 52,3 persen.
Direktur Eksekutif Polmatrix Indonesia, Dendik Rulianto mengatakan endorsement Jokowi terhadap Prabowo terbukti efektif mendongkrak elektabilitas Prabowo Subianto.
Adapun elektabilitas Ganjar tertinggal dengan selisih hampir 20 persen, yakni 34,0 persen, dan sisanya 13,7 persen menyatakan tidak tahu/tidak jawab.
“Dalam simulasi head-to-head dua nama capres, Prabowo unggul telak terhadap Ganjar dengan selisih hampir 20 persen,” ujar Dendik dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa kemarin.
Ganjar mendapatkan tambahan 10 persen dari nama-nama capres lain, sedangkan Prabowo meraih limpahan dukungan 23 persen. Demikian pula dalam simulasi tiga nama capres, di mana Prabowo unggul dengan elektabilitas 40,7 persen dan Ganjar 33,2 persen, sedangkan Anies tercecer sebesar 16,8 persen, dan sisanya 9,3 persen menyatakan tidak tahu/tidak jawab.
Menurut Dendik, peta kontestasi Pilpres kini semakin didominasi dua nama paling atas, yaitu Prabowo dan Ganjar. Prabowo maupun Ganjar menjadi sasaran migrasi pemilih yang mendukung nama-nama capres lainnya dalam simulasi banyak nama.
Prabowo mendapatkan limpahan terbesar dukungan, disusul oleh Ganjar, sedangkan Anies hampir tidak bisa menarik dukungan, hanya bertambah 2 persen. Sebab, visi perubahan yang digaungkan Anies praktis tidak bisa diterima oleh mayoritas pemilih.
Hal ini kian diperparah dengan melorotnya elektabilitas Anies dalam simulasi banyak nama, membuat peluang maju nyapres makin mengecil. “Koalisi Perubahan tak kunjung deklarasi resmi bersama, dan terus mengulur-ulur waktu untuk mengumumkan cawapres,” katanya.
Bahkan, koalisi pengusung Anies tersebut terancam pecah jika cawapres yang diputuskan tidak disetujui masing-masing partai. NasDem dan Demokrat kerap bersitegang soal nama-nama cawapres, termasuk dengan Anies sendiri ketika menambah kriteria calon pendampingnya.
Sementara itu ketika dikerucutkan dalam dua nama, suara dukungan terhadap Anies kebanyakan mengalir ke Prabowo, di mana tambahan elektabilitasnya mencapai 11 persen. Ganjar hampir tidak mendapatkan tambahan, dan sisanya mungkin tidak menjawab.
“Strategi cawe-cawe Jokowi yang kini mengarah pada dukungan terhadap Prabowo memberikan efek elektoral, dengan berpeluang menjadi tujuan terbesar migrasi pemilih nama-nama capres yang lain,” tegas Dendik.
“Condongnya dukungan Jokowi kepada Prabowo juga berhasil mengunci posisi Anies, sehingga tidak bisa menjadi pilihan alternatif bagi publik, terbukti dari minimnya migrasi pemilih capres yang lain,” tambahnya.
Sikap Jokowi yang tidak mau diam berpangku tangan dalam Pilpres mendatang didasarkan pada kepentingan untuk memastikan pemimpin nasional berikutnya bakal melanjutkan program yang sudah diletakkan pondasinya dalam dua periode masa jabatan.
Dari perspektif keberlanjutan, sambung Dendik, ide perubahan Anies menjadi ancaman dan berpotensi membuat program-program yang sedang berjalan menjadi mangkrak. Salah satunya macetnya komunikasi Anies dengan pusat menghambat kemajuan pembangunan.
Prabowo dinilai lebih strategis untuk bisa merealisasikan kepentingan Jokowi dalam menjamin keberlanjutan ketimbang Ganjar. Kemudian, basis pemilih Prabowo beririsan dengan Anies, di mana Prabowo pernah dua kali menjadi rival Jokowi dan berada di kubu oposisi.
Ganjar yang diusung PDIP terbatas segmen dukungannya pada pemilih kuat Jokowi, karena tidak bisa memperbesar dukungan lebih luas, apalagi menggerus basis pemilih Anies. “Ganjar menarik lebih sedikit migrasi pemilih capres lain maupun pendukung Anies,” pungkas Dendik.
Survei Polmatrix Indonesia dilakukan pada 15 hingga 21 Juli 2023 kepada 2.000 responden mewakili 34 provinsi. Metode survei adalah multistage random sampling (acak bertingkat) dengan margin of error survei sebesar ±2,2 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen.