ERA.id - Ketua Asosiasi Pengusaha Logistik E-Commerce (APLE), Sonny Harsono meminta revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dicabut saja.
"Jadi bukannya perlu positive list atau negative list, tetapi yang diperlukan adalah dibatalkan," ujar Sonny dalam diskusi bertajuk 'Impor E-commerce Dilarang Predatory Pricing Semakin Garang' yang digelar di Jakarta, Rabu kemarin.
Sonny menambahkan, salah satu poin revisi dalam aturan tersebut, yakni aturan harga batas produk yang diimpor tidak boleh harganya di bawah 100 dolar AS sebaiknya dikaji ulang, karena tidak merepresentasikan kebijakan siapa pun.
Kedua, kata dia lagi, kebijakan ini justru bakal melumpuhkan pelaku UMKM dalam negeri yang dalam proses produksi masih bergantung pada impor, sementara pasokan bahan dari dalam negeri belum memadai, sebut saja untuk jasa salon yang masih membutuhkan beberapa pasokan alat impor atau bulu mata untuk jasa kecantikan.
Hal lain yang patut diwaspadai, menurutnya, adalah pelarangan serupa bisa saja terjadi atas produk asal Indonesia yang diekspor ke pasar global.
"Jadi kalau barang ini dari China, Amerika Serikat, dan dilarang bagaimana kalau diambil tindakan yang serupa terhadap bahan kita yang diekspor," ujarnya lagi.
Dengan potensi ekspor produk Indonesia sebesar 500 ton lebih per tahun atau nilai transaksi Rp2 triliun rupiah transaksi crossborder secara ekspor, Sonny menilai kebijakan ini sudah sepatutnya mempertimbangkan nilai ekonomi yang ada.
"Ketiga adalah merugikan negara dari sisi pendapatan, karena sekarang ini menyumbang pajak negara sebesar Rp2,5 triliun per tahun dari bea masuk PPN dan PPH," ujarnya pula.
Sebelumnya, Mendag Zulkifli Hasan menuturkan revisi permendag tersebut tengah dikejar dengan salah satu alasan platform media sosial TikTok atau TikTok Shop yang menggabungkan dua fitur tersebut, padahal secara aturan seharusnya memiliki izin operasi yang berbeda.
Perkembangan terkini mengenai revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020, katanya lagi, sedang tahap harmonisasi antarkementerian.