ERA.id - Peneliti Ahli Utama Bidang Sosiologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mohammad Mulyadi menyampaikan, untuk mencegah kegiatan menyimpang pesta seks atau orgy diperlukan sanksi tegas yang dapat memberikan efek jera.
"Regulasi diperketat lagi, supaya memberikan efek jera kepada pelaku yang menginisiasi maupun yang ikut dalam acara," ujar Mulyadi saat dihubungi dikutip dari Antara, pada Kamis (14/9/2023).
Lebih lanjut ia berargumen, kegiatan orgy tidak sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang ada pada masyarakat Indonesia, sehingga pendekatan secara keseluruhan atau holistik, baik dari sisi hukum maupun edukasi perlu ditingkatkan.
Menurutnya, edukasi mengenai bahaya kegiatan menyimpang orgy mesti didorong oleh kementerian terkait, seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta turunannya di level dinas yang bisa memanfaatkan peranan tokoh agama.
"Perlu peranan tokoh agama melalui berbagai media yang ada untuk menyosialisasikan dampak yang diterima, contohnya HIV/AIDS," kata Mulyadi.
Adapun dari segi konstruksi sosial, ia menyampaikan bahwa motif dalam menggelar kegiatan menyimpang tersebut tak hanya dipengaruhi oleh satu faktor, melainkan ada faktor pendukung yang menjadikan pelaku 'nekat' mengadakan acara tersebut meski mengetahui konsekuensi yang dihadapi.
"Faktornya tidak berdiri sendiri, bukan semata-mata kelainan seks saja, tapi juga ada persoalan ekonomi" ujarnya.
Sebelumnya, pada Selasa (12/9) Polres Metro Jakarta Selatan menetapkan empat orang sebagai tersangka pesta orgy, dua di antara pelaku yakni pasangan suami-istri.
Dari hasil penyelidikan polisi, para tersangka mematok harga Rp1 juta untuk mengikuti kegiatan menyimpang yang digelar di sebuah apartemen di Semanggi, Jakarta Selatan. Karena belum dihadiri oleh peserta, para pelaku hanya mendapatkan keuntungan sebesar Rp2,5 juta.
Polisi juga mengungkap bahwa pesta seks yang dilakukan di Jakarta Selatan tersebut memiliki anggota sebanyak 100 orang, selain itu para tersangka juga merencanakan untuk membuat acara serupa di tiga kota berbeda, yakni Semarang, Jawa Tengah, dan Bali.