ERA.id - Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej nyaris diusir dari ruang rapat Komisi III DPR RI lantaran statusnya sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi.
Sebagai informasi, Komisi III DPR RI menggelar rapat kerja dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk membahas persiapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Dari pantauan di lokasi, Eddy hadir mendampingi Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly.
Sorotan atas status tersangka Eddy itu awalnya dilontarkan Anggota Komisi III DPR RI Benny K Harman sebelum Menkumham Yasonna memaparkan materinya.
"Di hadapan kita ini, selain Pak Menkumham, ada wamenkumham. Ada wakil menteri hukum dan HAM yang, apa ada yang tidak tahu status beliau ini?" kata Benny.
"Yang oleh semua pihak diketahui, status beliau ini, wamenkumham ini, tersangka. Ditetapkan tersangka oleh KPK," imbuhnya.
Politisi Partai Demokrat itu lantas meminta Eddy menjelaskan terlebih dahulu statusnya yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelum rapat kerja benar-benar dimulai.
Menurutnya, hal itu perlu diperjelas. Alasannya supaya rapat kerja Komisi III DPR RI tidak dianggap cacat oleh publik karena melibatkan kehadiran tersangka korupsi.
"Saya rasa supaya rapat kerja kita ini tidak cacat, kalau bisa wamenkumham sebelum menkumham menjelaskan hal-hal yang ditanyakan oleh Komisi III, terlebih dahulu (wamenkumham) menjelaskan statusnya ini," kata Benny.
Benny bahkan mengusulkan untuk mengusir Eddy dari ruang rapat Komisi III DPR RI apabila status tersangkanya di KPK tak diperjelas.
"Kalau tidak, kami usulkan supaya yang bersangkutan tidak berada di ruangan ini. Oleh karena itu, kami mohon agar clear dulu soal ini," kata Benny.
Mendengar pernyataan tersebut, Eddy justru menunjukkan ekspresi yang biasa-biasa saja. Dia bahkan sempat tertawa-tawa saat mendengar statusnya dipermasalahkan.
Namun, usulan Benny ditolak oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman. Menurutnya, status hukum Eddy tak relevan dengan pembahasan dalam rapat kerja. Dia juga meyakini bahwa Eddy juga akan menjelaskan kepada publik soal kasusnya di KPK.
"Silakan Pak Benny, nanti ada kesempatan berbicara menyampaikan pendapat Pak Benny. Sementara persoalan status apa namanya, rekan-rekan yang hadir saat ini tidak ada relevansinya dengan persidangan ini," kata Habiburokhman.
Habiburokhman yang memimpin rapat kerja dengan Kemenkumham itu memutuskan untuk melanjutkan rapat dengan mendengarkan paparan materi dari Menkumham Yasonna.
"Jadi kita lanjut ya. Pak Menkumham, silakan," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi. Bentuk gratifikasi itu diduga berupa penerimaan sejumlah uang terkait konsultasi dan bantuan pengesahan badan hukum sebuah perusahaan.
"Pada penetapan tersangka Wamenkumham, benar," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Penetapan tersangka itu berdasarkan surat perintah penyidikan (Sprindik) sudah ditandatangani sejak dua minggu lalu. Namun, dalam kasus itu tak hanya Eddy Hiariej yang ditetapkan tersangka. Ada tiga orang lainnya yang juga jadi tersangka.
"Dengan 4 orang tersangka. Dari pihak penerima 3, dari pemberi 1," kata Alex.
Sementara itu, Direktur Penindakan KPK Asep Guntur bilang pasal yang diterapkan sebenarnya tak hanya gratifikasi melainkan suap. Penerapan ini dilakukan setelah gelar perkara dilakukan.
“Oh double (pasalnya, red). Ada pasal suap, ada pasal gratifikasinya,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu kepada wartawan seperti dikutip Selasa, 7 November.
Asep mengatakan penerapan pasal ini juga didasari laporan hasil analisis (LHA) Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).
“Dimana laporan hasil audit itu berupa lalu lintas uang yang dimiliki atau yang ada di rekening-rekenin para terduga atau tersangka,” tegasnya.