ERA.id - Anggota Komisi B DPRD DKI Gilbert Simanjuntak menilai penetapan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta 2024 sebesar 3,38 persen masuk akal.
"Kalau naiknya sekitar tiga persen, saya kira itu masih masuk akal. Meskipun, tidak ada korelasi linear antara angka inflasi dengan UMP," kata Gilbert kepada wartawan di Jakarta dikutip dari Antara, Selasa (21/11/2023).
Menurut Gilbert, berdasarkan angka inflasi gaji pegawai negeri saja setiap tahun belum tentu naik, sedang kadang swasta yang bergantung perusahaannya berjalan atau tidak.
Terlepas dari hal tersebut, dia mengingatkan adanya kenaikan UMP 2024 DKI ini perlu didukung dengan adanya pertumbuhan ekonomi.
"Tidak bisa satu sisi, hanya melihat bahwa peraturan itu menjadi patokan kita, pertumbuhan di DKI, apakah kemudian bisa menaikkan gaji karyawan buruh itu," jelasnya.
Selain itu, dia menyoroti perusahaan yang dikhawatirkan bisa gagal (kolaps) lantaran tidak mampu membayar pegawainya jika mengikuti aturan tersebut.
"Kemarin banyak perusahaan yang hengkang ke Jawa Tengah karena upah buruh terlalu besar di DKI," katanya.
Dia menjelaskan perusahaan tersebut akan lebih mampu menghadapi persaingan global lantaran UMP lebih rendah dari Ibu Kota.
Sementara, anggota DPRD DKI lainnya, Wahyu Dewanto menuturkan adanya kenaikan UMP ini perlu mempertimbangkan kemampuan pengusaha dalam mempertahankan dan mengembangkan usahanya.
Dia menambahkan, terlebih saat ini masih masa pemulihan pandemi COVID-19 dan berbagai kegiatan usaha mulai menggeliat kembali, sehingga semua pihak harus menerima adanya ketetapan UMP DKI 2024.
"Harapannya UMP bisa diterima semua pihak sehingga perekonomian bisa bergerak normal kembali tanpa gejolak, terutama menjelang pemilu," kata Wahyu.
Sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono resmi menetapkan upah minimum provinsi (UMP) 2024 sebesar Rp5,067 juta atau naik dari sebelumnya sebesar Rp4,9 juta.
"Besaran rupiah UMP DKI 2024 yaitu Rp5.067.381 dari sebelumnya itu Rp4,9 juta atau naik 3,38 persen (Rp165.583)," kata Heru.