ERA.id - Anggota Komisi IV DPR RI Vita Ervina dicecar 28 pertanyaan selama menjalani pemeriksaan lebih dari tujuh jam oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi penyidikan dugaan korupsi untuk tersangka mantan menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Vita diperiksa penyidik KPK sejak pukul 10.30 WIB dan selesai diperiksa pukul 18.11 WIB.
"Saya diminta keterangan, hadir sebagai saksi. Nanti itu terkait materi nanti lebih jelas sama penyidik ya. (Pertanyaan) tadi ada sekitar 28," kata Vita usai diperiksa penyidik di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (28/11/2023) dikutip dari Antara.
Vita juga mengatakan dirinya tidak tahu menahu soal dugaan aliran uang terkait perkara dugaan korupsi SYL.
"Saya enggak tahu, tidak mengerti itu ya," ujarnya.
Sebelumnya, penyidik KPK pada Rabu (15/11), melakukan penggeledahan di rumah dinas Anggota Komisi IV DPR RI Vita Ervina terkait penyidikan dugaan korupsi untuk tersangka mantan menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Dalam penggeledahan tersebut tim penyidik KPK menemukan dan menyita sejumlah barang bukti yang selanjutnya akan dipelajari oleh penyidik.
KPK pada tanggal 13 Oktober 2023 secara resmi menahan SYL dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) Muhammad Hatta (MH) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi di kementerian tersebut.
Perkara dugaan korupsi tersebut bermula saat SYL menjabat sebagai mentan periode 2019 sampai 2024.
Dengan jabatannya tersebut, SYL membuat kebijakan personal, diantaranya melakukan pungutan hingga menerima setoran dari aparatur sipil negara (ASN) Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dan keluarganya.
Kurun waktu kebijakan SYL memungut hingga menerima setoran tersebut berlangsung dari tahun 2020 sampai 2023.
SYL menugaskan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono (KS) dan Muhammad Hatta melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan II dalam bentuk tunai, transfer rekening bank, hingga pemberian barang maupun jasa.
Atas arahan SYL, Kasdi dan Hatta lalu memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, yakni para direktur jenderal, kepala badan, hingga sekretaris masing-masing eselon I.
Besaran nilai uang tersebut telah ditentukan SYL dengan kisaran 4.000-10.000 dolar AS. Penerimaan uang melalui Kasdi dan Hatta itu dilakukan rutin setiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing.
KPK mencatat uang yang dinikmati SYL bersama dengan KS dan MH, sebagai bukti permulaan, berjumlah sekitar Rp13,9 miliar. Meski demikian, tim penyidik KPK masih terus melakukan penelusuran lebih mendalam terhadap jumlah pastinya.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan tersangka SYL, turut pula disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).