Soal Pengakuan Agus Rahardjo, TKN Prabowo-Gibran Ibaratkan Seperti Pengakuan Istri Korban KDRT

| 02 Dec 2023 06:27
Soal Pengakuan Agus Rahardjo, TKN Prabowo-Gibran Ibaratkan Seperti Pengakuan Istri Korban KDRT
Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Nusron Wahid bersama Ketua TKN Prabowo-Gibran Roslan Roeslani. (Gabriella/ERA)

ERA.id - Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Nusron Wahid menantang mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo membuktikan ucapannya soal permintaan Presiden Joko Widodo mengintervensi kasus megakorupsi e-KTP.

Dia mengatakan, sebuah pengakuan tak bisa hanya dari satu pihak saja. Dia lantas mengandaikannya seperti kasus seorang istri mengaku mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), namu dibantah oleh suaminya. Maka hal itu harus bisa dibuktikan untuk mencari kebenarannya.

"Yang namanya pengakuan sepihak butuh bukti," kata Nusron di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (1/12/2023).

"Contoh pengakuan suami istri. Istrinya ada tindak kekerasan tapi kemudian suaminya mengatakan tidak ada itu, hanya sepihak. itu harus dibuktikan," imbuhnya.

Oleh karena itu, Nusron meminta Agus membuka seluruh bukti yang dimiliki. Tidak hanya sekedar ucapan saja.

"Buktikan dong kalau dia pernah melakukan itu. jam berapa, di mana, pukul berapa, fotonya di mana, cctv ada apa enggak, dibuktikan. kalau memang yang bersangkutan merasa gitu," katanya.

Politisi Partai Golkar itu lantas menyinggung Agus yang seharusnya paham dengan proses hukum. Jika hanya sekedar pengakuan, maka ujung-ujungnya hanya akan menjadi rumor belaka.

"Dia kan mantan KPK pasti orang hukum. sebelum menyampaikan ada bukti material dan bukti konkrit gitu," kata Nusron.

Diberitakan sebelumnya, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengungkapkan pertemuannya dengan Presiden Jokowi di Istana. Dalam pertemuan itu, Presiden Jokowi terlihat marah dan memintanya untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP.

Namun, Agus menolak permintaan itu dengan alasan berdasarkan UU KPK yang berlaku saat itu, pihaknya tak bisa menghentikan proses penyidikan. Sebab, Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) kasus e-KTP sudah terbit tiga Minggu sebelumnya.

Selain itu, karena di dalam aturan KPK tidak ada mekanisme Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Pertemuannya dengan Presiden Jokowi kala itu tak menghasilkan apapun. Tetapi, beberapa tahun kemudian muncul wacana merevisi UU KPK, yang salah satu poin perubahannya yaitu mengadakan SP3.

"Tapi akhirnya kan dilakukan revisi UU, nanti kan intinya revisi UU itu kan SP3 menjadi ada, kemudian di bawah presiden. Karena pada waktu mungkin presiden merasa bahwa 'Ini ketua KPK diperintah presiden kok nggak mau', apa mungkin begitu," kata Agus.

Belakangan, pernyataan Agus dibantah mentah-mentah oleh pihak Istana. Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan, tidak pernah ada pertemuan antara Agus dengan Presiden Jokowi seperti yang disampaikan mantan pimpinan KPK tersebut.

"Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda presiden," kata Ari melalui keterangan tertulisnya.

Rekomendasi