Dewas Ungkap Alasan Tak Bisa Pecat Firli Bahuri Sebagai Ketua KPK

| 27 Dec 2023 15:35
Dewas Ungkap Alasan Tak Bisa Pecat Firli Bahuri Sebagai Ketua KPK
Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean di gedung Dewas KPK, Jakarta Selatan, Rabu (27/12/2023) (Tangkapan layar YouTube KPK RI)

ERA.id - Dewas KPK mengungkapkan pihaknya tidak bisa memecat atau memberi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada Ketua KPK nonaktif, Firli Bahuri.

"Pertama, karena KPK tidak bisa memecat. Kita, Dewan Pengawas tidak punya kewenangan untuk memecat. Yang boleh memberhentikan itu hanya Presiden," kata Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean di gedung Dewas KPK, Jakarta Selatan, Rabu (27/12/2023).

Kewenangan presiden dalam memberhentikan pimpinan KPK sesuai UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tumpak lalu menambahkan Dewas KPK hanya bisa memberi dua jenis sanksi ke seorang pelanggar dengan sanksi berat, yakni merekomendasikan yang bersangkutan mundur dari jabatannya atau pemotongan gaji sampai 40 persen selama satu tahun.

Dia pun menyebut putusan untuk meminta Ketua KPK berhenti dari jabatannya merupakan pertama kalinya dilakukan Dewas KPK.

"Soal apakah nanti hormat (atau) tidak hormat, itu nanti Presiden yang menentukan itu. Kami juga barusan pagi tadi sudah terima juga surat yang bersangkutan, yang ditujukan kepada Presiden. Tapi sampai sekarang kan Keppresnya belum keluar juga," tambahnya.

Sebelumnya, Dewas KPK menjelaskan putusan menjatuhkan sanksi etik berat kepada Firli Bahuri sudah dengan berbagai pertimbangan. Untuk hal memberatkan dalam putusan ini ialah Firli tidak mengakui perbuatannya.

"Terperiksa tidak hadir dalam persidangan kode etik dan kode perilaku tanpa alasan yang sah meskipun telah dipanggil secara sah dan patut. Serta terdapat kesan berusaha memperlambat jalannya persidangan," kata Tumpak Hatorangan Panggabean di gedung Dewas KPK, Jakarta Selatan, hari ini.

Hal memberatkan lainnya adalah Firli tidak bisa menjadi contoh dan teladan dalam mengimplementasikan kode etik dan perilaku di KPK. Selain itu, juga karena tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) ini pernah dijatuhi sanksi kode etik sebelumnya. Untuk hal meringankan, tidak ada.

"Menjatuhkan sanksi berat kepada terperiksa berupa diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK," ucap Tumpak.

Rekomendasi