Sebut Jokowi Salah Tafsir Aturan Soal Presiden Boleh Kampanye, TPN: Tidak Ada Larangan Asalkan Petahana

| 25 Jan 2024 21:45
Sebut Jokowi Salah Tafsir Aturan Soal Presiden Boleh Kampanye, TPN: Tidak Ada Larangan Asalkan Petahana
Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis (Gabriella Thesa/ ERA)

ERA.id - Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis menilai, banyak yang salah menafsirkan landasan hukum dari pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa pejabat publik, termasuk kepala negara boleh memihak dan berkampanye dalam pemilihan umum (pemilu) 2024.

Dia menyebutkan, hal yang disampaikan Jokowi memang tercantum dalam Pasal 299 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Presiden memang boleh berkampanye, namun dalam konteks jika mencalonkan diri kembali untuk kedua kalinya.

"Memang ada klausul pada pasal yang disebut, tapi dalam konteks ini saya memahami pasal itu kalau presiden itu sebagai incumbent maju lagi untuk pemilihan berikutnya, running for the second term," kata Todung di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (25/1/2024).

Sementara, dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, Jokowi sudah tidak bisa lagi maju sebagai calon presiden, karena sudah menjabat selama dua periode.

TPN Ganjar-Mahfud menilai, seharusnya Jokowi bisa menahan diri sehingga tidak menimbulkan konflik kepentingan.

"Nah dalam konteks ini Presiden Jokowi tidak bisa lagi ikut dalam kontestasi politik, dia tidak running dalam for the second term ya, jadi tidak ada periode ketiga," katanya.

"Dia seharusnya menahan diri untuk berada di atas semua kontestan politik ini dan kalau dia dalam konteks sekarang ini ikut kampanye, ikut memihak, potensi conflict of interest, potensi benturan kepentingan akan sangat telanjang dan kasat mata," imbuh Todung.

Di samping itu, dia juga mengingatkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 kepada Jokowi. Di dalamnya menjelaskan, presiden sebagai kepala negara harus berada di atas semua kelompok, golongan, suku, agama, dan partai politik.

"Nah inilah yang tidak adil, tidak fair, dan menurut saya ini yang tidak sejalan dengan semangat negara hukum yang menjamin equality dan tidak ada diskriminasi," tegas Todung.

Rekomendasi