Gibran Lolos Jadi Cawapres, Ketua KPU dan Kawannya Dapat Sanksi Keras, Dinilai Labrak Kode Etik

| 05 Feb 2024 11:51
Gibran Lolos Jadi Cawapres, Ketua KPU dan Kawannya Dapat Sanksi Keras, Dinilai Labrak Kode Etik
Ketua KPU Hasyim Asy'ari saat menerima berkas pendaftaran capres-cawapres Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming di Kantor KPU RI, Jakarta, Rabu (25/10/2023). (Antara)

ERA.id - Ketua KPU Hasyim Asy'ari, Senin (5/2/2024), mendapatkan sanksi peringatan keras karena dinilai melanggar kode etik saat meloloskan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.

Pencalonan Gibran lewat tangan Hasyim dan kawannya dikritik karena tak mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Hasyim Asy'ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu," kata Ketua DKPP, Heddy Lugito saat membacakan putusan sidang di Jakarta, Senin (5/2/2024).

Selain Hasyim, DKPP juga memberi sanksi peringatan keras kepada 6 Komisioner KPU, yakni August Mellaz, Betty Epsilo Idroos, Mochamad Afifuddin, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan Idham Holik.

Menurut Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, saat membaca pertimbangan putusan, KPU mestinya berkonsultasi dengan DPR RI dan pemerintah setelah Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 pada 16 Oktober 2023, demi Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 selaku aturan teknis pilpres, bisa segera direvisi akibat dampak putusan MK.

"Para teradu baru mengajukan konsultasi kepada DPR pada 23 Oktober 2023, atau 7 hari setelah putusan MK diucapkan," kata Wiarsa.

Wiarsa bilang, saat sidang, para teradu berdalih baru mengirimkan surat pada 23 Oktober 2023 karena DPR sedang dalam masa reses. Maka merespons itu, Wiarsa mengaku, alasan KPU tidak tepat.

"DKPP berpendapat dalih para teradu terbantahkan karena dalam masa reses dapat dilakukan rapat dengar pendapat, sebagaimana diatur dalam Pasal 254 Ayat 4 dan Ayat 7 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib," ujar Wiarsa.

DKPP juga menyatakan sikap para komisioner KPU yang terlebih dulu menyurati pimpinan partai politik setelah putusan MK tentang syarat batas usia capres-cawapres itu terbit, ketimbang berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah, juga menyimpang dari Peraturan KPU.

"Para teradu dalam menaati putusan MK a quo dengan bersurat terlebih dulu kepada pimpinan partai politik adalah tindakan yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan perintah Pasal 10 Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Keputusan di lingkungan KPU," ucap Wiarsa.

"Para teradu seharusnya responsif terhadap kebutuhan pengaturan tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden 2024 pasca-putusan Mahkamah Konstitusi a quo karena telah terjadi perubahan terhadap syarat capres-cawapres untuk tahun 2024," tambah Wiarsa.

Ada 4 aduan ke semua komisioner KPU RI soal masalah etik pencalonan Gibran ini. Keempat perkara tersebut diadukan oleh Demas Brian Wicaksono (Perkara nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023), Iman Munandar B (perkara nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (perkara Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (perkara nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).

Perlu diingat, 25 Oktober 2023 silam, KPU menerima berkas pendaftaran pencalonan Gibran. Padahal, berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 yang ketika itu belum direvisi, Gibran tidak memenuhi syarat karena belum berusia 40 tahun.

KPU berdalih, Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat usia capres-cawapres sudah cukup untuk dijadikan dasar memproses pencalonan anak Presiden Jokowi yang masih berumur 36 tahun itu.

Meski begitu, ujungnya, KPU mengubah persyaratan capres-cawapres dengan merevisi PKPU Nomor 19 Tahun 2023. Akan tetapi, revisi itu baru diteken pada 3 November 2023.

Rekomendasi