Ikut Ruwatan di Balai Kota, Ganjar-Mahfud Dapat Wayang Wisangeni dan Semar

| 10 Feb 2024 10:37
Ikut Ruwatan di Balai Kota, Ganjar-Mahfud Dapat Wayang Wisangeni dan Semar
Calon Wakil Presiden nomor urut tiga, Mahfud MD. (ERA/Gabriella Thesa)

ERA.id - Pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut tiga, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD memulai rangkaian kampanye akbar terakhir bertajuk 'Hajatan Rakyat' di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (10/2/2024).

Di tengah guyuran hujan keduanya diarak dengan kirab budaya untuk menuju Benteng Vastenburg. Dalam perjalanan menggunakan gerobak sapi, Mahfud dan Ganjar sempat berhenti di depan Balai Kota Solo untuk melihat wayang orang sebagai simbol ruwatan.

Meruwat Balai Kota Solo memiliki makna membersihkan Balai Kota, yang merupakan  simbol kekuasaan dari segala macam bentuk kotoran, kesialan, bencana, dan bahaya. Dengan harapan dapat  menjadikan kekuasaan kembali berpihak terhadap rakyat Solo.

Usai menyaksikan pertunjukan wayang orang, Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani memberikan wayang Wisangeni kepada Ganjar. Sementara Dewan Penasita Tim Pemenangan Nasional (TPN) Yenny Wahid memberikan wayang Semar kepada Mahfud.

Wayang Wisangeni mencerminkan sikap ksatria dan pemberani tegas serta suka menolong kesulitan rakyat. Hal itu merupakan simbol untuk mantan gubernur Jawa Tengah.

Sementara pemberian Wayang Semar ini karena mantan Menko Polhukam RI itu dianggap sebagai sosok yang sakti mandraguna yang mewakili rakyat, penasihat ksatria yang sederhana, jujur, bijaksana.

Deputi Kanal Media Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Karaniya Dharmasaputra mengatakan, narasi utama yang dibawa dalam proses kirab kebudayaan dan wayang orang itu menggambarkan sebuah perjalanan dari Solo menuju Semarang, dari era pemerintahan Jokowi menuju era pemerintahan Ganjar-Mahfud.

"Lakon wayang itu menggambarkan seorang Betari Durga yang memiliki ambisi kekuasaan yang berlebihan, yang melampaui batas dan ingin menaikkan putranya dengan segala macam cara, tanpa memperhatikan norma-norma etika, dan upaya ambisius yang melampaui batas-batas etika dan kepatutan inilah yang kemudian dilawan oleh seorang ksatria dan digagalkan, nama ksatria itu adalah Wisanggeni. Wisanggeni ini dibantu oleh seorang tokoh yang maha sakti yaitu semar," paparnya.

Rekomendasi