KPK Buka Peluang Panggil Bahlil Lahadalia untuk Minta Klarifikasi Terkait IUP di Malut

| 04 Mar 2024 19:55
KPK Buka Peluang Panggil Bahlil Lahadalia untuk Minta Klarifikasi Terkait IUP di Malut
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata. (ERA/Flori Sidebang)

ERA.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang untuk meminta klarifikasi kepada pihak-pihak terkait, termasuk Menteri Investasi dan Kepala BKPM Bahlil Lahadalia terkait proses perizinan pertambangan nikel di Maluku Utara. Kini, KPK sedang mempelajari informasi yang diterima terkait dugaan tersebut.

Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata merespons desakan dari Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto yang meminta KPK untuk memeriksa Bahlil dalam kapasitasnya sebagai Kepala Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi.

"KPK mencermati informasi yang disampaikan masyarakat atau laporan investigasi majalah Tempo. KPK akan mempelajari informasi tersebut dan melakukan klarifikasi kepada para pihak yang dilaporkan mengetahui atau terlibat dalam proses perizinan tambang nikel," kata Alex saat dikonfirmasi, Senin (4/3/2024).

Alex menjelaskan, pihaknya juga bakal berkoordinasi dengan Kementerian Investasi/BPKM untuk permintaan klarifikasi terhadap Bahlil.

"KPK akan berkoordinasi dengan Kementerian Investigasi/BPKM," ujar Alex.

Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Menteri Investasi dan Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia dalam kapasitasnya sebagai Kepala Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi.

Bahlil diduga melakukan penyalagunaan wewenang sebagai Kepala Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi dalam mencabut dan mengaktifkan kembali Izin Usaha Pertambangan (IUP) serta Hak Guna Usaha (HGU) lahan sawit di beberapa daerah. 

Dalam mencabut dan memberikan kembali IUP dan HGU, dikabarkan Bahlil meminta imbalan uang miliaran rupiah atau penyertaan saham di masing-masing perusahaan. Terkait info tersebut Mulyanto minta KPK segera memeriksa Bahlil. 

"Keberadaan satgas penataan penggunaan lahan dan penataan investasi juga tumpang tindih. Harusnya tugas ini menjadi domain Kementerian ESDM karena UU dan kepres terkait usaha pertambangan ada di wilayah kerja Kementerian ESDM bukan Kementerian Investasi," kata Mulyanto dalam keterangan tertulisnya yang dikutip pada Senin (4/3/2024).

Mulyanto menilai, keberadaan satgas yang dipimpin Bahlil sarat dengan kepentingan politik. Apalagi, kata dia, pembentukannya jelang kampanye pilpres 2024. Sehingga Mulyanto menengarai pembentukan satgas ini sebagai upaya legalisasi pencarian dana pemilu untuk salah satu peserta pemilu. 

"Terlepas dari urusan politik saya melihat keberadaan satgas ini akan merusak ekosistem pertambangan nasional. Pemerintah terkesan semena-mena dalam memberikan wewenang ke lembaga tertentu," jelas Mulyanto.

"Urusan tambang yang harusnya jadi wewenang Kementerian ESDM kini diambil alih oleh Kementerian Investasi. Padahal terkait pengelolaan tambang tidak melulu bisa dilihat dari sudut pandang investasi tapi juga terkait lingkungan hidup dan kedaulatan pemanfaatan sumber daya alam nasional," sambungnya.

Rekomendasi