ERA.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata mengakui bahwa pihaknya mendapat laporan beberapa daerah yang mengakali proses pengadaan lewat katalog elektronik atau e-katalog. Dia pun merasa heran dengan kondisi tersebut.
"Berbagai pencegahan korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa sudah kita lakukan. Lelang di pengadaan barang dan jasa sudah dibuka berbasis sistem elektronik, tapi itu pun dengan gampangnya diakali," kata Alex saat memberikan sambutan dalam acara Bincang Stranas PK Rakornas Pencegahan Korupsi Dalam Pengadaan Barang dan Jasa di Gedung Juang KPK, Rabu (6/3/2024).
“Saya enggak tahu kita ini kalau untuk mengakali proses atau sistem itu sepertinya kok gampang,” sambungnya.
Alex mengungkapkan, KPK cukup banyak menangani kasus korupsi terkait pengadaan barang dan jasa. Salah satunya, yakni kasus yang menjerat Bupati Meranti M. Adil.
“Itu korupsi pengadaan terkait perjalanan umroh. Mulai dari perencanaan, upload penawaran harga di dalam proses e-katalog dan eksekusi pengadaan barang dan jasa cepat sekali,” ungkap dia.
Alex menyebut, kasus tersebut menjadi salah satu contoh bahwa proses pengadaan barang dan jasa melalui e-katalog tetap bisa diakali. Caranya, penyedia barang dan jasa melakukan kesepakatan terlebih dahulu dengan pihak yang membutuhkan.
“Vendornya memiliki barang misalnya sepatu, mereka sepakat dengan yang membutuhkan barang dan ketika harga sudah disepakati, vendor itu langsung memasukan ke dalam e-katalog dan di hari yang sama langsung dieksekusi,” jelas Alex.
Setelah transaksi tersebut dilakukan, barang yang dimaksud akan dinyatakan terjual habis. Bahkan tidak lagi tersedia dalam e-katalog.
Alex mengatakan, kesepakatan yang terjadi diantara kedua pihak itu biasanya dibarengi dengan pemberian fee. Langkah ini pun disebut merupakan hal lazim yang dilakukan dalam pengadaan barang dan jasa.
“Kejadian yang ditemukan KPK dan aparat penegak hukum lain permintaan fee itu sudah menjadi hal yang lazim. Fee proyek antara 5-15 persen itu sesuatu yang lazim,” ungkap Alex.
Alex menilai, pegawai di pemerintah daerah tidak mungkin tak mengetahui adanya praktik seperti itu. Sebab, sering kali hal tersebut terjadi karena ada unsur kedekatan.
"Tapi sering yang bapak ibu hadapi adalah ketika berhadapan dengan rekanan-rekanan yang dekat dengan pusat kekuasaan dan kalau di daerah dekat dengan kepala daerah,” kata dia.