ERA.id - Tim Hukum Ganjar-Mahfud menyebut, Mahkamah Konstitusi (MK) mengalami kemunduran dalam beberapa tahun terakhir. Puncaknya ketika mengeluarkan putusan terkait syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden, yang belakangan menjadikan putra sulung Presiden Joko Widodo yaitu Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Hal itu disampaikan dalam sidang perdana permohonan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2024).
"Puncak dari robohnya dan hancurnya kredibilitas dan integritas MKRI terjadi ketika putusan MKRI Nomor 90/PUU-XXI/2023," kata Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis.
Putusan itu, kata Todung, melahirkan praktik nepotisme dan kolusi. Dia pun menyinggung peranan Anwar Usman yang kala itu menjabat sebagai ketua MK di balik lolosnya Gibran sebagai cawapres.
"Nepotisme dan kolusi tampil secara telanjang di depan mata kita, di mana seorang paman yang menjabat sebagai Ketua MKRI berhasil melahirkan putusan yang melanggar hukum dan etika, memberikan karpet merah kepada keponakannya, Gibran Rakabuming Raka, untuk menjadi calon wakil presiden dari Prabowo Subianto," kata Todung.
Oleh karenanha, tak berlebihan kalau disebutkan bahwa MK kini berubah menjadi mahkamah yang memalukan.
"Tak berlebihan kalau disebutkan bahwa MKRI telah berubah menjadi Mahkamah yang memalukan a sham institution seperti yang ditudingkan Mahkamah Konstitusi Belarus," imbuhnya.
Oleh sebab itu, Tim Hukum Ganjar-Mahfud berharap MK kembali pada jati dirinya. Bukan menjadi alat politik penguasa.
"A truly constitutional court, bukan mahkamah keluarga, bukan mahkamah kalkulator, bukan perpanjangan tangan kekuasaan dan bukan a sham institution," kata Todung.
Adapun permohonan gugatan Ganjar-Mahfud teregister dengan perkara nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024.