ERA.id - Profesor Filsafat STF Driyakara, Franz Magniz Suseno menyoroti soal berbagai pelanggaran etika yang berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu 2024. Salah satunya, ia menegaskan, presiden yang menyalahgunakan kekuasaannya untuk mendukung pasangan capres-cawapres tertentu masuk dalam kategori pelanggaran etika berat.
Hal ini Romo Magniz sampaikan saat menjadi saksi ahli yang dihadirkan oleh kubu Ganjar-Mahfud dalam sidang lanjutan gugatan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Awalnya, ia menyebut, tidak masalah jika presiden mendukung dan berharap paslon yang didukungnya memenangkan pilpres.
Namun, dukungan itu menjadi bermasalah dan melanggar etika, jika presiden menggunakan kekuasaannya untuk mengerahkan pihak-pihak tertentu memenangkan pasangan yang didukungnya.
"Presiden boleh saja memberi tahu bahwa ia mengharapkan salah satu calon menang, tetapi begitu dia memakai kedudukannya, kekuasaannya untuk memberi petunjuk pada ASN, polisi, militer, dan lain-lain untuk mendukung salah satu paslon serta memakai kas negara untuk membiayai perjalanan dalam rangka memberikan dukungan kepada paslon, itu ia secara berat melanggar tuntutan etika bahwa ia tanpa membeda-bedakan adalah presiden semua warga negara, termasuk semua politisi," kata Romo Magniz di Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (2/4/2024).
Romo Magniz lantas menyinggung soal nepotisme. Menurut dia, presiden yang menggunakan kekuasaannya untuk menguntungkan keluarganya adalah tindakan yang sangat memalukan.
"Kalau seorang presiden menggunakan kekuasaan kepadanya oleh bangsanya untuk menguntungkan keluarganya sendiri, itu amat memalukan, karena membuktikan bahwa dia tiak mempunyai wawasan seorang presiden, 'hidupku 100 persen untuk rakyatku, melainkan hanya memikirkan diri sendiri dan keluarganya'," tegas Romo Magniz.