ERA.id - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) membantah tengah membahas isu peleburan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Ombudsman RI. Bappenas juga menegaskan bahwa tak pernah mengeluarkan pernyataan soal wacana tersebut.
Hal ini Bappenas sampaikan merespons informasi Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menyebut adanya rapat pembahasan mengenai penggabungan KPK dengan Ombudsman RI.
“Kementerian PPN/Bappenas tidak pernah menerbitkan pernyataan terkait dengan penggabungan dengan Ombudsman, juga penghapusan bidang penindakan di KPK,” kata Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Bappenas Bogat Widyatmoko dalam keterangan tertulisnya, Rabu (3/4/2024).
Bogat justru menyebut Bappenas kini berupaya memperkuat sistem maupun lembaga antikorupsi seperti KPK.
“Ini mencakup upaya dalam meningkatkan kapasitas, transparansi, dan akuntabilitas lembaga-lembaga terkait, serta memperkuat kerja sama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil dalam upaya bersama mewujudkan Indonesia yang bersih dan berintegritas,” tegas dia.
“Kementerian PPN/Bappenas mendukung pencegahan korupsi melalui KPK,” sambungnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengaku belum mendapat kabar soal wacana lembaganya bakal dilebur dengan Ombudsman RI. Namun, menurut dia, kemungkinan itu bisa terjadi karena Korea Selatan pernah melakukan hal serupa.
Hal ini disampaikan Alex saat menjawab pertanyaan warganet yang disampaikan melalui kanal YouTube KPK RI saat diskusi publik bertajuk "Pemberantasan Korupsi: Refleksi dan Harapan". Isu bergabungnya dua lembaga ini sempat beredar di kalangan terbatas.
“(Betulkah ada rencana KPK digabungkan dengan Ombudsman RI) sejauh ini pimpinan enggak dapat informasi itu, tetapi apakah ada kemungkinan? Ada. Kita belajar dari Korea Selatan, ya,” kata Alex dalam diskusi yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (2/4/2-24).
Alex mengungkapkan lembaga antirasuah di Korea Selatan pernah digabung karena dinilai terlalu independen dan berkuasa.
"Sehingga enggak bisa (diatur), dianggap mengganggu, ya, hingga digabungkan dengan Ombudsman di Korea Selatan,” ungkap dia.
Alex mengatakan jika KPK bernasib sama dengan lembaga antikorupsi di Korea Selatan, maka pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa. Namun, ia berharap agar masyarakat dan kelompok pegiat antikorupsi bisa ikut menyuarakan bahwa keberadaan KPK masih dibutuhkan di Indonesia.
“Kami kan enggak bisa apa-apa ketika misalnya itu sudah menjadi suatu kebijakan putusan pemerintah dan didasarkan atas undang-undang,” ujar Alex.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, peneliti ICW, Kurnia Ramadhana juga mengaku telah mendengar isu KPK akan digabung dengan Ombudsman RI. Ia menyebut awalnya tidak terlalu ambil pusing dengan kabar tersebut.
Meski demikian, pegiat antikorupsi ini mengatakan belakangan dirinya mulai menyoroti karena informasinya semakin jelas.
“Informasi yang kami dapat ini sudah dibahas di Bappenas,” ungkap Kurnia.
Oleh karena itu, Kurnia mengimbau pemerintah, khususnya Bappenas, untuk segera mengklarifikasi kabar ini. Apalagi, jelas dia, wacana penggabungan tersebut akan membuat KPK tidak bisa lagi melakukan penindakan, melainkan hanya fokus pada pencegahan korupsi.
“Penting untuk kita kawal bersama karena rumor ini semakin sering kita dengar. Harusnya segera diklarifikasi oleh pemerintah, benar atau tidak kalau Pak Alex belum mau bicara,” jelas Kurnia.
“Jangan sampai justru pelemahan pemberantasan korupsi sembilan tahun terakhir ini dan sebentar lagi akan lengser Pak Jokowi, justru kembali memberikan legacy yang buruk soal pemberantasan korupsi dengan cara mengubah kpk menjadi lembaga pencegahan,” sambungnya.