ERA.id - Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani meminta pemerintah meninjau kembali soal pengaturan impor barang milik para pekerja migran Indonesia (PMI).
Hal itu dikatakan Benny setelah dia menemukan barang pekerja migran yang menumpuk sejak lama di gudang penyimpanan barang logistik, Tempat Penimbunan Sementara (TPS), Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah.
Kata Benny, semua itu diakibatkan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
"Penumpukan barang pekerja migran Indonesia menyebabkan banyak barang yang tidak sampai dengan tepat waktu di dalam negeri. Namun, wajar jika rekan-rekan Bea dan Cukai melakukan transisi kebijakan ini, dan membutuhkan waktu. Justru Bea dan Cukai melanggar peraturan jika tidak melaksanakan Permendag ini," ujar Benny dalam keterangan diterima di Surabaya, Sabtu kemarin.
Namun, hal yang disesalkan Benny adalah semangat BP2MI untuk mengusulkan pembebasan barang PMI, yang dirumuskan dalam bentuk relaksasi pada Permendag 36/2023, menyebabkan kesimpangsiuran terhadap kategori pembatasan dan praktiknya di lapangan.
"Rekan-rekan Bea dan Cukai adalah pelaksana peraturan, bukan pada level perumusan. Yang saya pertanyakan adalah isi dari peraturan itu sendiri. Permendag 36 tahun 2023 harus ditinjau kembali," ucapnya.
Benny menyadari bahwa peraturan dari Kemendag dan Peraturan Menteri Keuangan tersebut menyasar importir nakal bermodal besar yang memasukkan banyak barang bernilai tinggi untuk dijual kembali ke Indonesia.
"Contohnya seperti orang bervisa turis, yang memasukkan barang mewah seperti motor mewah, spare part modif, tas branded, dan sebagainya. Tetapi pada praktiknya, para pekerja migran Indonesia yang membawa barang-barang harian selalu terkena imbasnya," ucapnya.
Meski kebijakan relaksasi total untuk barang PMI belum terwujud, menurut Benny, relaksasi dengan pembatasan itu adalah pintu masuk bagi relaksasi total barang PMI. "Bukan suatu kesalahan jika suatu peraturan dirubah karena bertentangan dengan kesejahteraan Pekerja Migran Indonesia," tuturnya.
Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Jatim I, Untung Basuki sependapat dengan pernyataan Benny. Bea Cukai cuma pelaksana di lapangan, bukan perumus peraturan. Menurutnya, Bea Cukai juga ingin semua proses kerja mudah, termasuk bagi pekerja migran Indonesia.
"Siapa yang tidak mau kemudahan kerja? Tetapi kami wajib mengikuti alur proses. Sejumlah 57 persen barang kiriman adalah milik pekerja migran Indonesia, sisanya bukan. Bagi kami, validitas data tentang mana barang Pekerja Migran Indonesia, dan mana yang bukan, penting bagi kami," tuturnya.