ERA.id - Partai Gelora keberatan apabila Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bergabung dengan pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Sekretaris Jenderal Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfuz Sidik beralasan, selama masa kampanye Pilpres 2024, PKS kerap mengeluarkan narasi negatif yang menyerang Prabowo-Gibran, bahkan Presiden Joko Widodo.
"Seingat saya, selama proses kampanye, di kalangan PKS banyak muncul narasi sangat ideologis dalam menyerang sosok Prabowo-Gibran," ujarnya dikutip dari keterangan tertulis, Senin (29/4/2024).
Selain itu, PKS juga dinilai kerap memunculkan narasi yang mengadu domba dan membelah masyarakat.
Misalnya, dengan memberikan cap pengkhianat kepada Prabowo karena bergabung dengan pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin periode 2019-2024.
"Ketika pada 2019 Prabowo Subianto memutuskan rekonsiliasi dengan Jokowi, banyak cap sebagai pengkhianat kepada Prabowo Subianto. Umumnya datang dari basis pendukung PKS," ujarnya.
Oleh karena itu, apabila PKS menjadi bagian dari partai politik di dalam pemerintahan Prabowo-Gibran, maka akan menjadi sinyal pembelahan antara PKS dengan massa ideologisnya.
"Jika sekarang PKS mau merapat karena alasan proses politik sudah selesai, apa segampang itu PKS bermain narasi ideologisnya? Apa kata pendukung fanatiknya? Sepertinya ada pembelahan sikap antara elite PKS dan massa pendukungnya," kata Mahfuz.
Sebagai informasi, pada Pilpres 2024, PKS bersama NasDem dan PKB mengusung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Pasca putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak seluruh gugatan sengketa Anies-Muhaimin, partai politik pengusung pasangan nomor urut dua itu, PKB dan NasDem, mulai merapat ke Prabowo.
Belakangan PKS memberi sinyal siap untuk bergabung dengan pemerintahan Prabowo-Gibran. PKS bahkan berharap calon presiden terpilih berkunjung ke partainya.