ERA.id - Indonesia Memanggil (IM) 57+ Institute menilai, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron sedang panik lantaran Dewan Pengawas (Dewas) KPK tengah mengusut dugaan pelanggaran etiknya terkait pengurusan mutasi seorang ASN di Kementerian Pertanian (Kementan). Bahkan, Ghufron dianggap secara tak langsung membenarkan adanya penyalahgunaan wewenang dalam kasus itu.
Hal ini disampaikan Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha terkait pernyataan Ghufron yang mempermasalahkan bahwa kasusnya sudah kedaluwarsa. Ghufron pun menggugat Dewas KPK ke PTUN.
"Pernyataan tersebut menunjukan bahwa Nurul Ghufron sedang panik dan secara tidak langsung tidak membantah penyalahgunaan kewenangan yang dilakukannya," kata Praswad dalam keterangan tertulis resminya, Jumat (3/5/2024).
Praswad menyebut, jika kasus itu bukanlah pelanggaran etik, maka tentu tidak akan ada upaya untuk mempersoalkan jangka waktu penanganan kasus tersebut.
"Jangan sampai kita terjebak pada wacana yang membuat seakan perbuatan Ghufron adalah sesuatu yang legitimate sehingga kita dapat fokus pada substansi alih-alih prosedur," jelas Praswad.
Sebelumnya, Nurul Ghufron mengungkapkan alasannya mengajukan gugatan terhadap Dewan Pengawas (Dewas) KPK ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dia merasa keberatan karena Dewas tetap menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran etiknya terkait urusan mutasi pegawai di Kementerian Pertanian (Kementan) yang sudah kedaluwarsa.
Awalnya, Ghufron mengatakan, ia mengurusi mutasi seorang aparatur sipil negara (ASN) di Kementan pada 15 Maret 2022. Namun, pada 8 Desember 2023, ia dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pengurusan mutasi itu.
"15 Maret 2022 satu tahun kemudian berarti berapa? 16 Maret 2023, sudah expired atau kedaluwarsa. Ini dilaporkan 8 Desember 2023, artinya sudah lewat enam bulan lebih lah," kata Ghufron kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (2/5/2024).
Belakangan, Ghufron baru mengetahui bahwa laporan dugaan pelanggaran etiknya masih terus diusut Dewas KPK meski kasusnya sudah kedaluwarsa. Hal itu ia ketahui setelah menjalani pemeriksaan klarifikasi di Dewas pada 28 Februari 2024.
"Setelah saya diklarifikasi, saya kembali ke kantor, buka kitab materi maupun acara, ini baru kemudian saya tahu bahwa daluwarsanya satu tahun," ujar dia.
Ghufron kemudian berkomunikasi dengan Dewas bahwa laporan dugaan pelanggaran etiknya tidak bisa diusut karena telah kedaluwarsa.
"Saya komunikasi langsung kepada Dewas pada saat itu, tetapi tanggapannya secara lisan 'nanti jadikan pembelaan saja Pak Ghufron di sidang', berarti sidangnya tetap akan jalan," ungkap Ghufron.
Mendapati respons seperti itu, Ghufron mengaku bahwa keesokan harinya pada 29 Februari 2024, ia menuliskan surat keberatan yang ditujukan kepada Dewas.
"Menyatakan secara tertulis berkeberatan. Itu terjadinya ya," katanya.
Meski sudah menyampaikan keberatannya, Dewas KPK tetap menangani kasus ini hingga akhirnya meningkatkan status ke tahap sidang etik pada 22 April 2024. Mengetahui hal tersebut, Ghufron justru mengambil langkah hukum, yakni menggugat Dewas ke PTUN.
"Kemudian saya merespons, karena lisan sudah, tertulis sudah, tapi diabaikan, tetap naik sidang, maka kemudian saya kemudian ajukan gugatan PTUN ke Jakarta pada tanggal 24 April," jelas Ghufron.