ERA.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meminta Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mencegah empat orang bepergian ke luar negeri. Upaya ini dilakukan berkaitan dengan penyidikan dugaan rasuah pemberian kredit dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
“Saat ini ada empat orang yang dicegah,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan di Gedung ACLC, Jakarta Selatan, Selasa (21/5/2024).
Belum dirinci identitas empat orang itu. Ali hanya menyebut, mereka berstatus sebagai penyelenggara negara dan pihak swasta.
Namun, berdasarkan informasi yang dihimpun empat orang tersebut adalah Kepala Departemen Pembiayaan 3 Divisi Pembiayaan II pada LPEI, Muhammad Pradithya; Direktur Pelaksana 4 LPEI, Arif Setiawan; Presdir PT Caturkarsa Megatunggal atau Komut PT Petro Energy, Jimmy Masrin; dan Newin Nugroho yang merupakan Dirut PT Petro Energy.
Ali menjelaskan, pencegahan ini berlaku selama enam bulan. Tetapi, tim penyidik bisa melakukan perpanjangan sesuai dengan kebutuhan.
Ali menambahkan, pencegahan ini diharapkan dapat membantu proses penyidikan yang sedang dilakukan. Mereka diharap memenuhi panggilan untuk dimintai keterangan.
“Perlu kami ingatkan agar bersikap kooperatif,” jelas dia.
KPK mengatakan laporan dugaan korupsi di LPEI ini telah diterima sejak Mei 2023. Hal ini disampaikan setelah Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani berkoordinasi terkait kasus serupa ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
Kasus ini diduga telah merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah.
“Penyimpangan yang dilakukan oleh Direksi LPEI dan caranya dalam pemberian fasilitas pembiayaan ekspor dan penyelesaian pembiayaan tahun masa kepada PT PI terdapat potensi kerugian negara sebesar sekurang-kurangnya 54.500.000 dolar atau dengan kurs Rp14.047,99 senilai Rp766.705.455.000,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/3).
Kasus tersebut bermula dari pemberian kredit modal kerja ekspor (KMKE) oleh LPEI terhadap PTPE. Perusahaan ini mendapat fasilitas KMKE sebanyak tiga kali, yakni sebesar 22 juta dolar Amerika Serikat pada 2015; Rp40 miliar pada 2016; dan Rp200 miliar sekitar tahun 2017.
“Ini bertujuan mendukung modal kerja PTPE dalam usaha niaga umum BBM dan bahan bakar minyak lainnya,” ungkap Alex.
Namun, dalam proses pemberian kredit modal ini LPEI kurang hati-hati dan tidak memperhatikan kondisi debitur. Sebab, lembaga itu diduga mengabaikan security coverage ratio atau kelayakan pengajuan pembiayaan dan indikasi ketidakwajaran dalam laporan keuangan periode Juni 2015.
“Jadi laporan keuangan PTPE diduga tidak mengandung kebenaran,” ujar Alex.
“Itu pada laporan PTPE dijadikan rujukan dalam analisis pemberian pembiyaan ke PTPE,” sambungnya menjelaskan.
Selain itu, Alex mengungkapkan, diduga terjadi kecurangan karena adanya penggelembungan piutang.