KPK Ungkap Empat Poin Tata Kelola Sistem Pelayanan Pertanahan yang Rawan Korupsi

| 30 May 2024 12:15
KPK Ungkap Empat Poin Tata Kelola Sistem Pelayanan Pertanahan yang Rawan Korupsi
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron. (Dok. Humas KPK).

ERA.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, implementasi pelayanan pertanahan saat ini dihadapkan dengan sejumlah tantangan, yang berpotensi menimbulkan sengketa dan konflik. Bahkan dapat memicu munculnya tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara. 

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengungkapkan, ada empat poin utama terkait tata kelola sistem pelayanan pertanahan yang rawan praktik korupsi. Antara lain, yakni ketidakpastian syarat, prosedur dan biaya; ketidakmudahan dan sistem yang tak sederhana; tidak efisien dan efektifnya sistem; serta tidak adanya sarana pengaduan.

Hal itu Ghufron sampaikan dalam Rapat Teknis (Rakernis) Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Tahun 2024 di Jakarta, Rabu (29/5).

“Tanah bukan hanya sekadar unsur ekonomi, namun perlu diurus secara komprehensif sehingga membuat kebermanfaatan bagi masyarakat secara luas. Sebaliknya, jika permasalahan dibiarkan begitu saja, maka timbul potensi korupsi yang merugikan hajat orang banyak,” kata Ghufron dikutip dari siaran persnya, Kamis (30/5/2024).

Ghufron menyebut, Layanan Aduan Masyarakat (Dumas) KPK pun menerima sebanyak 207 aduan terkait pelayanan sertifikat, hak tanggungan, dan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Jumlah ini berdasarkan aduan yang diterima KPK dalam kurun waktu 2020-2022.

“Kemudian dalam 4 tahun terakhir, Direktorat Monitoring KPK memotret 31.228 kasus, dimana 37 persen merupakan sengketa, 2,7 persen konflik, dan 60 persen berupa perkara terkait pertanahan," ungkap Ghufron.

"Selain itu, juga ditemukan 244 kasus perihal mafia tanah sejak tahun 2018 hingga 2021,” sambungnya.

Oleh karena itu, KPK pun mendorong Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk memperbaiki sistem tata kelola pelayanan pertanahan.

"Perbaikan sistem tata kelola dapat dimulai dari penguatan internalisasi pondasi lembaga dalam menjauhi perilaku koruptif. Sehingga seluruh Insan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memiliki visi dan misi sama dalam memberi pelayanan optimal kepada masyarakat,” tegas Ghufron.

Ghufron juga mengingatkan pada seluruh Aparat Penegak Hukum (APH) yang menjadi mitra Kementerian ATR/BPN agar memiliki pemahaman yang baik dalam menangani kasus pertanahan. 

“Dalam penanganan perkara, secara yuridis harus diketahui betul bagaimana unsur delik hukumnya, sehingga tidak ada kekeliruan dalam putusan,” ujar dia.

Sementara itu, Menteri ATR/BPN, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menegaskan, mafia tanah merupakan momok bagi masyarakat. Ia pun berharap jajarannya dapat meningkatkan kapasitas dan menjaga integritas dalam bertugas melayani masyarakat.

“Kapasitas tanpa integritas akan sangat sia-sia, sementara integritas tanpa peningkatan kapasitas tidak membuat kita lebih maju,” jelas AHY.

Rekomendasi