ERA.id - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak Pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (RUU KIA) menjadi undang-undang, setelah tiga bulan tertunda.
Pengesahan itu ditetapkan dalam pengambilan keputusan tingkat II pada Rapat Paripurna ke-19 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/6/2024).
Sebelum pengambilan keputusan, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Diah Pitaloka membacakan laporan pembahasan RUU KIA.
"Harapannya rancangan undang-undang ini dapat disetujui pada pembahasan tingkat II di Rapar Paripurna DPR RI hari ini dan selanjutnya dapat dikirimkan ke presiden Indonesia untuk disahkan menjadi undang-undang," kata Diah.
Sembilan fraksi di DPR kompak menyetujui hasil pembahasan RUU KIA. Hanya Fraksi PKS yang memberikan sejumlah catatan.
Setelah mendengar laporan dari Komisi VIII DPR, Ketua DPR Puan Maharani meminta persetujuan dari para anggota dewan yang hadir apakah RUU KIA dapat dijadikan undang-undang.
"Selanjutnya kami akan menanyakan kepada setiap fraksi, apakah RUU KIA pada fase 1000 hari pertama kehidupan dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?" ujar Puan.
"Setuju," jawab anggota dewan yang hadir.
Sebelumnya, Komisi VIII DPR bersama pemerintah menyepakati RUU KIA dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan sebagai undang-undang.
Kesepakatan itu diambil dalam Rapat Kerja pengambilan keputusan tingkat I RUU KIA di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/3).
Terdapat enam poin penting dalam pembahasan RUU KIA. Pertama, perubahan judul yang awalnya RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak, menjadi RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak Pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan.
Selain itu, RUU KIA juga mengatur masa cuti bagi suami yang mendampingi istrinya melahirkan maupun keguguran. Masa cuti bagi perempuan pekerja yang hamil dan melahirkan juga diperpanjang serta berhak mendapatkan upah.